Minggu, 28 Oktober 2007

Kajian Berdasarkan Buku Reka Reklame: Sejarah Periklanan Indonesia 1744-1984


Berdasarkan buku Reka Reklame: Sejarah Periklanan Indonesia 1744-1984 the fantASIX memperoleh beberapa fakta baru tentang keadaan masyarakat Indonesia pada tahun 1980-an, yaitu sebagai berikut:

1. Pada masa ini perusahaan-perusahaan di Indonesia telah mengenal penggunaan logogram dan juga logotype, hal ini tepatnya dimulai sejak tahun 1950-an. Meskipun jamu Jakula tidak memiliki logogram dan merk “Jakula” sendiri pun ditampilkan dalam tipografi yang terlalu umum, namun PT. Tenaga Tani Farma yang merupakan produsen Jakula telah mencantumkan logonya pada kemasan logo tersebut.
2. Awal tahun 1970-an, berbagai perusahaan multinasional merambah ke dalam negeri seperti Coca-Cola dari Amerika, Toyota, Mitsubishi dan Fuji Film dari Jepang dan Singapore Airline dari Singapura. Hal ini dapat mempunyai pengaruh pada produk dalam negeri Indonesia, apalagi bila produk tersebut cukup terkenal dan mendapat tempat di hati masyarakat Indonesia. Pengaruh yang dapat kita lihat misalnya peniruan logotype “C” pada Coca-Cola pada kerupuk Cakra (lihat kategori “merk yang lain”). Akan tetapi hal ini masih belum dapat dibuktikan relevansinya dengan Jamu Jakula karena kami belum menemukan data apakah ada juga produk serupa yang diimpor dari luar negeri.
3. Pada masa ini pula bahasa Inggris dianggap sebagai bahasa penting yang cukup bergengsi. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya lowongan pekerjaan pada masa tersebut yang menuntut penguasaan bahsa Inggris, meskipun hanya untuk posisi juru uang atau piƱata buku. Pengaruh hal ini dapat terlihat dari tulisan “SPECIAL” pada kemasan Jamu Jakula. Hal ini bisa jadi dimaksudkan untuk menyerukan bahwa ini adalah sebuah produk yang penting dan berkualitas.

Kesimpulan:
Dari kajian di atas kami dapat memperoleh beberapa kesimpulan mengenai packaging Jamu Jakula:
Ekspresionistik:
1. Penggunaan logo mengandung makna bahwa produsen ingin agar konsumen dapat membedakan produk ini dengan produk serupa di pasaran. Pencantuman logo perusahaan juga dimaksudkan agar konsumen dapat mengenali perusahaan ini sebagai produsen jamu bermutu dan akhirnya akan merasa lebih percaya pada saat membeli produk lain dari perusahaan ini dan pada akhirnya tentu akan meningkatkan omset perusahaan.
2. Penggunaan kata “Special” mengandung pesan bahwa ini bukanlah produk tradisional sembarangan, melainkan sebuah produk yang dibuat oleh para ahli dengan teknik modern dan terjamin kualitasnya.

Instrumentalistik:
1. Logo ditampilkan karena pada masa itu masyarakat Indonesia telah sadar bahwa penting untuk memberikan ciri khas pada produk mereka. Hal yang agak kontradiktif dengan penulisan merk “JAKULA” yang biasa dan berukuran kecil, sehingga tidak menonjol.
2. Kesadaran akan pentingnya bahasa Inggris telah muncul pada masa ini.



Bibliography: Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia. 1993. Reka Reklame: Sejarah Periklanan Indonesia 1744-1984. Jakarta: Pengurus Pusat Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia.

Laporan Kunjungan ke Perpustakaan Nasional

Pada hari Selasa, tanggal 23 Oktober 2007, the fantASIX melakukan kunjugan ke Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yang terletak di Jl. Salemba Raya 28A, Jakarta 10430.

Tujuan kami ke sana adalah untuk mencari surat kabar lama yang terbit di Aceh sekitar tahun 1980-an. Sesuai dengan saran dari Pak Adit, kami bermaksud mencari kalau-kalau ada iklan atau keterangan yang dapat menjelaskan kepada kita tentang kapan Jamu Jakula pertama kali diproduksi dan peristiwa apa yang terjadi di sekitar masa tersebut.

Sesampainya kami di Perpusnas, kami diberi tahu bahwa sebaiknya kami mencari dahulu buku yang kami inginkan, apakah tersedia atau tidak, barulah setelah itu kami dapat membuat kartu anggota (“Cuma 5 menit bikin kartunya,” promosi ibu petugas keanggotaan Perpusnas). Sayangnya katalog online yang disediakan di lantai dasar tidak banyak membantu, entah apakah katalognya tidak lengkap, bukunya memang tidak tersedia, atau kami saja yang gaptek.

Akhirnya kami putuskan untuk membuat kartu dahulu agar diijinkan naik ke lantai atas. Kami membuat satu kartu saja (kata petugasnya, yang penting ada satu orang yang pegang kartu), lalu naik ke lantai 8 yang merupakan tempat penyimpanan surat kabar.

Di lantai 8, tersedia surat kabar dari zaman penjajahan sampai dengan surat kabar baru. Untuk mencari surat kabar, dapat dilakukan dengan melihat buku katalog surat kabar (yang untungnya disusun berdasarkan daerah terbit) dan juga dengan melihat buku indeks (yang berisi indeks artikel-artikel surat kabar). Sayangnya, menurut si petugas lantai 8, saat itu sedang jam istirahat makan siang mereka dan kami disarankan untuk kembali pada pukul satu siang. Karena kami masih ada kelas pada pukul 2 siang dan kami harus berangkat kembali ke kampus dari sana sekitar jam 1, kami pun hanya sempat mencari-cari di katalog apakah ada surat kabar yang kami butuhkan.

Berdasarkan pencarian kami pada buku katalog, ternyata tidak banyak surat kabar yang terbit di Aceh yang menjadi koleksi Perpusnas. Dari jumlah yang tidak banyak itu, sebagian besar berasal dari sekitar tahun 1930-an sehingga kami anggap tidak relevan dengan bahan yang kami cari. Hanya ada dua surat kabar yang menurut kami mungkin masih cukup relevan yaitu surat kabar “Peristiwa: Untuk Agama, Bangsa, dan Negara” dan “Harian Duta” yang masing-masing bertahun 1972 dan 1976.

Selain itu dua buah surat kabar yang kami cari karena merupakan surat kabar yang sangat serius menangani periklanan yaitu The Sumatra Times dan Hua Chiau Yit Po pun tidak dapat kami temukan pada katalog tersebut.

Jadi agak ragu apakah kami akan berhasil mendapatkan sesuatu yang relevan dari Perpusnas, akan tetapi kami akan mencoba untuk mencari kembali data-data yang diperlukan baik di Perpusnas maupun di tempat-tempat lain.