Senin, 19 November 2007

Laporan Kunjungan ke Perpustakaan Nasional part 2

Pada hari Senin tanggal 29 Oktober 2007, the fantASIX kembali mengunjungi Perpustakaan Nasional untuk kedua kalinya. Kedatangan kami ke sana kali ini untuk melanjutkan kunjungan kami sebelumnya yang tidak membuahkan hasil.

Kunjungan kami kali ini sebenarnya masih dikategorikan kurang berhasil. Meskipun kami disambut ramah petugas perpustakaan yang berada di lantai 8, nyatanya surat kabar yang kami cari yaitu The Sumatra Times dan Hua Chiau Yit Po tidaklah termasuk koleksi dari Perpustakaan Nasional. Pun demikian dengan surat kabar Peristiwa: Untuk Agama, Bangsa, dan Negara dan Harian Duta. Meskipun merupakan koleksi dari Perpusnas, surat kabar-surat kabar tersebut ternyata tidak lagi terbit di tahun 1979. Petugas Perpustakaan pun menawarkan kami untuk menelusuri artikel di surat kabar nasional seperti Kompas yang koleksinya cukup lengkap. Akhirnya kami pun memutuskan untuk mengikuti saran dari petugas perpustakaan tersebut.

Dari hasil penelusuran kami terhadap surat kabar Kompas era 1979-1980, kami sayangnya tidak menemukan informasi apapun mengenai Jamu Jakula. Sebagai surat kabar nasional yang berbasis di Jakarta, Kompas lebih banyak menampilkan iklan produk-produk ibukota maupun produk-produk daerah yang sudah mencakup skala nasional. Tampaknya pada saat itu, Jamu Jakula masih belum merupakan produk yang terkenal. Mungkin saja karena pada saat itu, jamu tersebut baru diproduksi dan lagipula perusahaannya terletak di Banda Aceh sehingga kurang terekspos di ibukota. Tidak seperti sekarang di mana meskipun hanya sedikit masyarakat ibukota yang pernah mendengar nama Jamu Jakula, produk ini mampu bertahan dan telah diekspor ke negara tetangga kita, Malaysia.

Akan tetapi bukan berarti hasil baca-baca kami di Perpusnas sama sekali nol. Ada beberapa kesimpulan yang dapat kami ambil dari artikel-artikel yang kami baca berikut dengan beberapa gambar yang sayangnya tidak begitu jelas (maklum, fotonya buru-buru dengan kamera handphone seadanya karena di sana seharusnya tidak boleh memotret), antara lain sebagai berikut:

1. Produk-produk obat-obatan pada masa itu banyak yang hanya menampilkan tipografi pada kemasannya. Di antaranya banyak produk yang masih dapat kita temui hingga sekarang. Produk-produk tersebut antara lain:

a. Obat batuk Vicks Formula

b. Bedak Herocyn

c. Obat sakit kepala Bodrex dan Bodrexin

d. Obat pelega pernapasan Vicks Inhaler

e. Salep Vicks Vaporub

2.Ada juga beberapa produk obat yang menampilkan ilustrasi pada kemasannya namun jumlahnya tidak banyak. Produk-produk tersebut antara lain:

a. Obat flu Inza dengan ilustrasi yang masih sama-sama saja sampai sekarang

b. Obat batuk Konidin yang ilustrasinya pun tidak jauh berbeda dengan kemasannya sekarang.

c. Jamu Jago yang menampilkan ilustrasi ayam jago.


d. Jamu Awet Ayu yang menggunakan ilustrasi seorang wanita cantik.

e. Obat pelangsing Biguerlai Herb yang menampilkan siluet seorang wanita dengan ornamen tumbuhan sebagai frame.


Dengan demikian kami menyimpulkan bahwa Jamu Jakula ternyata menggunakan ilustrasi, sama dengan produk Jamu Jago. Perbedaan yang kami tangkap antara produk yang menggunakan tipografi saja dengan produk yang juga menampilkan ilustrasi adalah:

· a. Produk yang menampilkan tipografi saja mempunyai kesan lebih sederhana, selain itu juga berkesan lebih modern dengan target market masyarakat kelas ekonomi yang lebih tinggi, yaitu yang minimal tidak buta huruf.

b. Produk yang menampilkan ilustrasi mempunyai kesan lebih down-to-earth. Target marketnya meliputi masyarakat yang masih buta huruf. Kesan modern atau tidaknya tergantung pada ilustrasi yang ditampilkan, misalnya ilustrasi kemasan Konidin memberikan kesan modern karena simple dan minimalis, sedangkan ilustrasi kemasan Jamu Jago lebih berkesan tradisional.

Dengan demikian dari kemasan Jamu Jakula yang juga menampilkan ilustrasi kami dapat mengkategorikan bahwa Jamu Jakula ditargetkan juga untuk masyarakat kelas bawah yang masih buta huruf. Meskipun demikian, Jamu Jakula tidaklah memiliki ilustrasi yang berkesan tradisional, melainkan cenderung modern karena ilustrasinya telah cukup sederhana.


The fantASIX di depan Perpusnas

The fantASIX di direktori Perpusnas

Bibliography : Kompas. November 1979. Kliping koran koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.

Tidak ada komentar: