Minggu, 25 November 2007

Pengaruh budaya dan desain pada Label Jamu Sehat “Jakula”

Jamu Jakula merupakan produk jamu kuat yang berasal dari Aceh. Aceh sendiri adalah wilayah yang memiliki budaya yang kaya dan unik. Sebagai wilayah pelabuhan yang ramai sejak berabad-abad yang lalu, Aceh selalu ramai didatangi oleh berbagai bangsa asing, termasuk di dalamnya bangsa Arab, China, Eropa, dan India. Akibatnya, tidaklah mengherankan bila budaya Aceh sendiri pun terpengaruh dan mengalami asimilasi dengan budaya bangsa-bangsa tersebut di atas.

Hal ini juga berpengaruh pada gaya desain dari kemasan Jamu Sehat “Jakula”.
Setelah melalui penyelidikan yang panjang, kami berhasil menyimpulkan pengaruh budaya dala desain Jamu Sehat “Jakula” sebagai berikut:
1. Pengaruh budaya Islam
Budaya Islam tampak pada motif dari tumbuhan yang melingkari sosok pria kuat. Ternyata motif tersebut merupakan motif yang banyak digunakan dalam desain Islami.




ornamen Islam

2. Pengaruh budaya Barat
Hal ini tampak pada penggunaan elemen pita dan penggunaan beberapa kata dalam bahasa Inggris yaitu “trademark” dan “special”

Lambang Kerajaan Belanda

Hal ini juga terasa dalam lay-out label “Jakula” di mana terasa adanya pengaruh dari gaya Plakatstil atau gaya Plakat, yaitu suatu gerakan desain modern di Jerman awal
abad ke-20 yang memfokuskan pada satu obyek image produk dengan kalimat teks yang minimal serta penggunaan tipografi yang sangat lugas dan tegas (bold). Aplikasinya pada kemasan Jakula terlihat dari penggunaan 1 image utama yang sentries meskipun juga ditambah beberapa elemen pendukung, serta penggunaan teks yang sederhana, legible, dan bold.

Gaya desain dalam label Jakula:
1. Art Nouveau, terlihat dari penggunaan berbagai jenis font dalam label Jamu Jakula, juga penggunaan elemen dekoratif tumbuhan dengan ilustrasi berkesan 2 dimensi dan ruang kosong yang cukup banyak.

The Kiss oleh Gustav Klimt, salah satu karya Art Nouveau

Buku berisi karya-karya Art Nouveau oleh Alphonse Mucha

2. Gaya plakatstil di mana terdapat satu image sebagai titik pusat yang terletak di tengah dengan penggunaan font yang sederhana, mudah terbaca dan cukup bold. Meskipun demikian, gaya tersebut tidak diaplikasikan 100% melainkan masih dicampur dengan gaya lainnya.
Karya Plakatstil oleh seniman Jerman Franz Stuck (1911)

3. Gaya indies (suatu sebutan bagi segala produk budaya pada masa akhir kolonialisme Hindia Belanda pada awal abad 20) diterapkan pada rancangan desain grafis dengan kekuatan kontur garis pembentuk obyek yang sangat luwes, rapi, dan artistic dipadu dengan warna-warna datar cenderung kusam proses cetak handpress. Gaya ini menjadi arus utama visualisasi perancangan desain cetak awal abad 20. Gaya indies sendiri merupakan gaya campuran antara gaya desain modern yang berkembang di Eropa pada abad 19 sampai awal abad ke-20 (seperti gaya Victorian, Art Deco, Plakatstil, Art Nouveau) dengan eksotisme seni rupa tradisional Indonesia yang dipelopori oleh seniman-seniman atau perancang grafis Belanda (dari para dokumentator visual jaman VOC sampai para perancang professional iklan yang didatangkan oleh perusahaan periklanan ANETA).


contoh karya dengan gaya indies: iklan Roko Prijaji Sigaret


Bibliography:


  1. Islamic Design. The Pepin Press. Agile Rabbit Edition

  2. Riyanto, Bedjo. Gaya Indies: Gaya Desain Grafis Indonesia Tempo Doeloe. Dimuat dalam Jurnal Ilmiah Nirmana edisi Juli 2005 hal. 134-143. Surabaya: Jurusan Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni dan Desain –Universitas Kristen Petra. Didownload dari http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=DKV oleh Bedjo Riyanto

Tidak ada komentar: