Minggu, 02 Desember 2007
Kesimpulan
Demikianlah kesimpulan kami mengenai desain Jamu Jakula.
Data Teknis Jakula (revised)
Jenis rancangan : Kemasan
Jenis produk : Jamu sehat
Nama produk : Jakula
Nama Produsen : P.T. Tenaga Tani Farma
Alamat produk : Banda Aceh
Nomor daftar legal : N/A
Lembaga berwenang : N/A
Nomor hak paten : N/A
Dimensi :
tertutup: 60mm x 79 mm
terbuka: 120 mm x 79 mm
Warna : background putih dengan font dan gambar berwarna merah
Teknik Produksi : handpress
Material : Kertas
Visual yang tampak:
Elemen utama:
Ilustrasi pria muda yang menampilkan otot-ototnya
Elemen pendukung:
1. Motif dekoratif tumbuhan
2. Tulisan “Tenaga Tani Farma”
3. Elemen Pita
4. Kata “SPECIAL”
5. Tipografi Sans Serif dan Serif
6. Warna Merah
7. Logo “Tenaga Tani Farma”
8. Format: vertikal
Efek : simplifikasi
Teknik Cetak
1. dari situs PT. Kesaint Blanc Indah Corp.
"PT. Kesaint Blanc Indah Corp. didirikan pada tanggal 12 Juni 1979.
Sesuai dengan Akte Notaris Drs. Gde Ngurah Rai, S.H., No. 17 tanggal 12 Juni 1979,
maksud dan tujuan perseroan adalah menjalankan usaha dalam bidang percetakan dan penerbitan. DIVISI PERCETAKAN
Percetakan merupakan cikal bakal PT. Kesaint Blanc Indah Corp. Modal awal percetakan ini adalah sebuah mesin handpress"
2. dari jurnal ilmiah Nirmana Universitas Kristen Petra
"Gaya indies (suatu sebutan bagi segala produk budaya pada masa akhir kolonialisme Hindia Belanda pada awal abad 20) diterapkan pada rancangan desain grafis dengan kekuatan kontur garis pembentuk obyek yang sangat luwes, rapi, dan artistic dipadu dengan warna-warna datar cenderung kusam proses cetak handpress. Gaya ini menjadi arus utama visualisasi perancangan desain cetak awal abad 20. Gaya indies sendiri merupakan gaya campuran antara gaya desain modern yang berkembang di Eropa pada abad 19 sampai awal abad ke-20 (seperti gaya Victorian, Art Deco, Plakatstil, Art Nouveau) dengan eksotisme seni rupa tradisional Indonesia yang dipelopori oleh seniman-seniman atau perancang grafis Belanda (dari para dokumentator visual jaman VOC sampai para perancang professional iklan yang didatangkan oleh perusahaan periklanan ANETA)."
maka kami memyimpulkan bahwa kemungkinan besar teknik cetak yang digunakan untuk mencetak kemasan Jakula adalah teknik handpress.
bibliography:
2. Riyanto, Bedjo. Gaya Indies: Gaya Desain Grafis Indonesia Tempo Doeloe. Dimuat dalam Jurnal Ilmiah Nirmana edisi Juli 2005 hal. 134-143. Surabaya: Jurusan Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni dan Desain –Universitas Kristen Petra. Didownload dari http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=DKV oleh Bedjo Riyanto
Minggu, 25 November 2007
Pengaruh budaya dan desain pada Label Jamu Sehat “Jakula”
Hal ini juga berpengaruh pada gaya desain dari kemasan Jamu Sehat “Jakula”.
Setelah melalui penyelidikan yang panjang, kami berhasil menyimpulkan pengaruh budaya dala desain Jamu Sehat “Jakula” sebagai berikut:
1. Pengaruh budaya Islam
Budaya Islam tampak pada motif dari tumbuhan yang melingkari sosok pria kuat. Ternyata motif tersebut merupakan motif yang banyak digunakan dalam desain Islami.
2. Pengaruh budaya Barat
Hal ini tampak pada penggunaan elemen pita dan penggunaan beberapa kata dalam bahasa Inggris yaitu “trademark” dan “special”
Hal ini juga terasa dalam lay-out label “Jakula” di mana terasa adanya pengaruh dari gaya Plakatstil atau gaya Plakat, yaitu suatu gerakan desain modern di Jerman awal
abad ke-20 yang memfokuskan pada satu obyek image produk dengan kalimat teks yang minimal serta penggunaan tipografi yang sangat lugas dan tegas (bold). Aplikasinya pada kemasan Jakula terlihat dari penggunaan 1 image utama yang sentries meskipun juga ditambah beberapa elemen pendukung, serta penggunaan teks yang sederhana, legible, dan bold.
Gaya desain dalam label Jakula:
1. Art Nouveau, terlihat dari penggunaan berbagai jenis font dalam label Jamu Jakula, juga penggunaan elemen dekoratif tumbuhan dengan ilustrasi berkesan 2 dimensi dan ruang kosong yang cukup banyak.
The Kiss oleh Gustav Klimt, salah satu karya Art Nouveau
Buku berisi karya-karya Art Nouveau oleh Alphonse Mucha
2. Gaya plakatstil di mana terdapat satu image sebagai titik pusat yang terletak di tengah dengan penggunaan font yang sederhana, mudah terbaca dan cukup bold. Meskipun demikian, gaya tersebut tidak diaplikasikan 100% melainkan masih dicampur dengan gaya lainnya.
Karya Plakatstil oleh seniman Jerman Franz Stuck (1911)
3. Gaya indies (suatu sebutan bagi segala produk budaya pada masa akhir kolonialisme Hindia Belanda pada awal abad 20) diterapkan pada rancangan desain grafis dengan kekuatan kontur garis pembentuk obyek yang sangat luwes, rapi, dan artistic dipadu dengan warna-warna datar cenderung kusam proses cetak handpress. Gaya ini menjadi arus utama visualisasi perancangan desain cetak awal abad 20. Gaya indies sendiri merupakan gaya campuran antara gaya desain modern yang berkembang di Eropa pada abad 19 sampai awal abad ke-20 (seperti gaya Victorian, Art Deco, Plakatstil, Art Nouveau) dengan eksotisme seni rupa tradisional Indonesia yang dipelopori oleh seniman-seniman atau perancang grafis Belanda (dari para dokumentator visual jaman VOC sampai para perancang professional iklan yang didatangkan oleh perusahaan periklanan ANETA).
contoh karya dengan gaya indies: iklan Roko Prijaji Sigaret
Bibliography:
- Islamic Design. The Pepin Press. Agile Rabbit Edition
- Riyanto, Bedjo. Gaya Indies: Gaya Desain Grafis Indonesia Tempo Doeloe. Dimuat dalam Jurnal Ilmiah Nirmana edisi Juli 2005 hal. 134-143. Surabaya: Jurusan Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni dan Desain –Universitas Kristen Petra. Didownload dari http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=DKV oleh Bedjo Riyanto
Formalistik, Ekspresionistik dan Instrumentalistik Jakula
Formalistik:
1. Ilustrasi pria muda yang menampilkan otot-ototnya
2. Motif dekoratif tumbuhan
3. Tulisan “Tenaga Tani Farma”
4. Elemen Pita
5. Kata “SPECIAL”
6. Tipografi Sans Serif dan Serif
7. Warna Merah
8. Logo “Tenaga Tani Farma”
9. Format: vertikal
Efek : simplifikasi
Ekspresionistik:
1. Ilustrasi pria muda berotot menunjukkan bahwa Jakula dikhususkan untuk meningkatkan vitalitas pria
2. Motif dekoratif tumbuhan melambangkan bahwa Jakula merupakan produk dari bahan-bahan alami
3. Kata “Tani” dari “Tenaga Tani Farma” melambangkan kesuburan
4. Elemen pita sebagai pendukung dan dekorasi
5. Kata “SPECIAL” mengandung pesan bahwa ini bukanlah produk tradisional sembarangan
6. Tipografi Sans Serif dan Serif menunjukkan kesan modern tanpa melupakan unsur keluwesan
7. Warna Merah melambangkan kejantanan
8. Logo “Tenaga Tani Farma” dimaksudkan agar konsumen mengenali perusahaan ini sebagai produsen jamu bermutu
9. Format vertikal menunjukkan kesan tegak dan kokoh
Instrumentalistik:
Pengaruh kebudayaan (dijelaskan lebih lengkap dalam posting berikutnya) yang tampak pada label Jamu Jakula adalah:
1. Pengaruh budaya Islam
Budaya Islam tampak pada motif dari tumbuhan yang melingkari sosok pria kuat. Ternyata motif tersebut merupakan motif yang banyak digunakan dalam desain Islami.
2. Pengaruh budaya Barat
Hal ini tampak pada penggunaan elemen pita dan penggunaan beberapa kata dalam bahasa Inggris yaitu “trademark” dan “special”
Hal ini juga terasa dalam lay-out label “Jakula” di mana terasa adanya pengaruh dari gaya Plakatstil.
Gaya desain (dijelaskan lebih lengkap dalam posting berikutnya) dalam label Jakula:
1. Art Nouveau, terlihat dari penggunaan berbagai jenis font dalam label Jamu Jakula
2. Gaya plakatstil di mana terdapat satu image sebagai titik pusat yang terletak di tengah dengan penggunaan font yang sederhana, mudah terbaca dan cukup bold.
Meskipun demikian, gaya tersebut tidak diaplikasikan 100% melainkan masih dicampur dengan gaya lainnya.
3. Gaya indies (suatu sebutan bagi segala produk budaya pada masa akhir kolonialisme Hindia Belanda pada awal abad 20) diterapkan pada rancangan desain grafis dengan kekuatan kontur garis pembentuk obyek yang sangat luwes, rapi, dan artistic dipadu dengan warna-warna datar cenderung kusam proses cetak handpress. Gaya ini menjadi arus utama visualisasi perancangan desain cetak awal abad 20.
Konteks sosial: Jamu Jakula menampilkan sosok pria berotot dalam labelnya. Hal ini menunjukkan bahwa pria yang dianggap berstamina dan kuat oleh masyarakat adalah pria yang berotot, padahal tidak berarti pria yang kurus lantas menjadi tidak kuat. Pada masa itu, definisi pria berotot juga bukanlah pria berbadan sixpack dengan otot yang sangat kekar seperti sekarang. Dalam kemasan-kemasan Jakula berikutnya, kita bisa melihat bahwa ilustrasi pria yang ditampilkan semakin besar ototnya. Masyarakat Aceh (yang mayoritas beragama Islam) pada masa itu juga telah cukup modern sehingga dapat menerima ilustrasi manusia yang sebenarnya dilarang oleh agama Islam. Meskipun demikian, nuansa agama Islam masih kental terasa dari ornamen tumbuhan pada label. Masyarakat pada masa itu juga telah menganggap bahasa Inggris sebagai bahasa yang penting dan bergengsi, juga tampak adanya percampuran budaya Barat dalam label yang menunjukkan bahwa teknologi telah mulai berkembang yang memungkinkan percampuran budaya dengan cepat dan mudah.
Sejarah Jakula
Bermula dari kebiasaan masyarakat Indonesia yang secara turun temurun mengkonsumsi jamu sebagai vitamin maupun obat, bahkan munculnya kategori jamu untuk wanita, anak-anak maupun pria yang umumnya dipercaya dapat menambah vitalitas seksual. Salah satunya adalah; Jakula - jamu Sehat Pria (kemasan yang kami bahas) adalah adalah produk yang diproduksi oleh Tenaga Tani Farma yang muncul sekitar akhir era 70’an.
Label Jakula generasi kedua
Label Jakula saat ini
Adapun fungsi yang tertera pada kemasan modern saat ini adalah sebagai berikut:
- Meningkatkan kekuatan pria.
- Memulihkan stamina badan yang sakit.
- Menguatkan otot dan persendian.
- Meningkatkan semangat, gairah dan harmoni dalam kehidupan perkawinan.
- Menguatkan otot pinggang.
- Dosis yang dianjurkan adalah 3x 2 pil sehari, diminum secara teratur dan terus menerus untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Tenaga Tani Farma didirikan tahun 1974, berlokasi di Banda Aceh. Awalnya, sekitar tahun 1969, pendiri perusahaan ini bereksperimen membuat formula jamu untuk mengobati berbagai macam penyakit dari bagian-bagian tumbuhan yang diproses secara sederhana. Seiring waktu dan berdasarkan berbagai pertimbangan umtuk meraik pasar yang lebih besar, perusahaan ini berpindah ke Jakarta. Kemudian di tahun 1995, sertifikat GMP (Good Manufacturing Practices)diraih atas usaha penerapan teknologi modern di pabrik Tenaga Tani Farma. Produk Jakula sendiri telah diekspor sampai ke negara tetangga kita, Malaysia.
Demikianlah sejarah singkat mengenai produk Jakula.
Bibliography: http://www.tenagatanifarma.com/
Latar Belakang Produk Jamu
Menurut BPOM jamu merupakan bahan atau ramuan bahan yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Dan kata jamu itu sendiri berasal dari orang Jawa yang merupakan sebutan terhadap obat hasil ramuan tumbuh-tumbuhan asli dari alam yang tidak menggunakan bahan kimia sebagai zat adiktif.
Dengan bahan-bahannya yang alami, jamu dipercaya dapat memelihara kesehatan, mengobati berbagai jenis penyakit, dan juga mempercantik wajah dan tubuh. Dan karena menggunakan bahan-bahan yang langsung dari alam (seperti dari akar, daun, buah, bunga, maupun kulit kayu tumbuhan), jamu tidak memberikan efek samping, berbeda dengan obat-obatan modern yang menggunakan zat kimia.
Tradisi meracik dan meminum jamu yang dipercaya dapat menjaga kesehatan sebenarnya sudah ada sejak ratusan hingga ribuan tahun lalu, tepatnya pada periode kerajaan Hindu-Jawa. Hal ini dibuktikan dengan adanya Prasasti Madhawapura dari jaman Majapahit yang menyebut adanya profesi 'tukang meracik jamu' yang disebut Acaraki. Tradisi ini terus dikembangkan di keraton Yogya dan Solo, yang kemudian menjadi referensi utama bagi hampir semua perusahaan jamu di Indonesia.
Sekitar tahun 1900-an sampai saat ini, pabrik-pabrik jamu besar mulai berdiri di Indonesia seperti Jamu Jago, Mustika Ratu, Nyonya Meneer, Leo, Sido Muncul, Jamu Simona, Jamu Borobudur, Jamu Dami, Jamu Air Mancur, Jamu Pusaka Ambon, Jamu Bukit Mentjos, dan Tenaga Tani Farma (Aceh). Berdasarkan data, perusahaan-perusahaan jamu di Indonesia tersebut dirintis oleh Ny Item dan Ny Kembar Ambarawa tahun 1825.
Salah satu jamu yang diproduksi oleh perusahaan jamu adalah jamu kuat. Jamu kuat telah banyak digunakan masyarakat luas karena dipercaya dapat meningkatkan kualitas aktivitas seksual. Cukup maraknya jamu kuat di kalangan masyarakat disebabkan banyaknya kios atau warung yang menghiperboliskan manfaat dari jamu kuat tersebut. Kaum pria yang takut dianggap ”loyo” dapat dengan mudah termakan iklan dari kios-kios atau warung tersebut.
Penggunaan jamu kuat yang semakin menjamur tersebut rupanya semakin menumbuhkan berbagai jenis obat kuat di kalangan masyarakat. Berbagai jenis merek muncul di pasaran, baik yang legal maupun yang ilegal. Sayangnya, beberapa jamu kuat tersebut belum terbukti secara klinis manfaatnya, bahkan lebih buruknya sudah memberikan efek samping yang mengganggu kesehatan.
bibliography:
http://www.nyonyameneer.com/indonesia
http://www.jamuiboe.com
Senin, 19 November 2007
Asal Nama Jakula
Dari hasil browsing kami, kami menemukan sebuah kenyataan yang cukup menarik yaitu kata “Jakula” ternyata merupakan marga yang berasal dari Swedia. Mungkinkah pemilihan nama Jakula untuk produk jamu yang kami bahas mendapat pengaruh dari situ? Bisa saja ternyata si pemilik pernah mendengar nama tersebut lalu diplesetkan menjadi “Jakula: Jamu Kuat Laki-laki”. Mungkin saja
Akan tetapi setelah kami teliti lebih lanjut, ternyata populasi marga Jakula sangat sedikit terdapat di Amerika, sedangkan populasinya di Inggris tidak tercatat oleh website tersebut. Nama tersebut pun sangat jarang atau bahkan tidak pernah kita dengar sebagai nama marga. Oleh karena itu, kami menilai kecil kemungkinan bagi nama tersebut untuk menjadi sumber bagi nama Jakula sehingga menurut kami lebih besar kemungkinan Jakula sebagai singkatan dari Jamu Kuat Laki-laki.
Bibliography: www.ancestry.com
Laporan Kunjungan ke Perpustakaan Nasional part 2
Kunjungan kami kali ini sebenarnya masih dikategorikan kurang berhasil. Meskipun kami disambut ramah petugas perpustakaan yang berada di lantai 8, nyatanya surat kabar yang kami cari yaitu The Sumatra Times dan Hua Chiau Yit Po tidaklah termasuk koleksi dari Perpustakaan Nasional. Pun demikian dengan surat kabar Peristiwa: Untuk Agama, Bangsa, dan Negara dan Harian Duta. Meskipun merupakan koleksi dari Perpusnas, surat kabar-surat kabar tersebut ternyata tidak lagi terbit di tahun 1979. Petugas Perpustakaan pun menawarkan kami untuk menelusuri artikel di surat kabar nasional seperti Kompas yang koleksinya cukup lengkap. Akhirnya kami pun memutuskan untuk mengikuti saran dari petugas perpustakaan tersebut.
Dari hasil penelusuran kami terhadap surat kabar Kompas era 1979-1980, kami sayangnya tidak menemukan informasi apapun mengenai Jamu Jakula. Sebagai surat kabar nasional yang berbasis di Jakarta, Kompas lebih banyak menampilkan iklan produk-produk ibukota maupun produk-produk daerah yang sudah mencakup skala nasional. Tampaknya pada saat itu, Jamu Jakula masih belum merupakan produk yang terkenal. Mungkin saja karena pada saat itu, jamu tersebut baru diproduksi dan lagipula perusahaannya terletak di Banda Aceh sehingga kurang terekspos di ibukota. Tidak seperti sekarang di mana meskipun hanya sedikit masyarakat ibukota yang pernah mendengar nama Jamu Jakula, produk ini mampu bertahan dan telah diekspor ke negara tetangga kita, Malaysia.
Akan tetapi bukan berarti hasil baca-baca kami di Perpusnas sama sekali nol. Ada beberapa kesimpulan yang dapat kami ambil dari artikel-artikel yang kami baca berikut dengan beberapa gambar yang sayangnya tidak begitu jelas (maklum, fotonya buru-buru dengan kamera handphone seadanya karena di sana seharusnya tidak boleh memotret), antara lain sebagai berikut:
1. Produk-produk obat-obatan pada masa itu banyak yang hanya menampilkan tipografi pada kemasannya. Di antaranya banyak produk yang masih dapat kita temui hingga sekarang. Produk-produk tersebut antara lain:
a. Obat batuk Vicks Formula
b. Bedak Herocyn
c. Obat sakit kepala Bodrex dan Bodrexin
d. Obat pelega pernapasan Vicks Inhaler
e. Salep Vicks Vaporub
2.Ada juga beberapa produk obat yang menampilkan ilustrasi pada kemasannya namun jumlahnya tidak banyak. Produk-produk tersebut antara lain:
a. Obat flu Inza dengan ilustrasi yang masih sama-sama saja sampai sekarang
b. Obat batuk Konidin yang ilustrasinya pun tidak jauh berbeda dengan kemasannya sekarang.
c. Jamu Jago yang menampilkan ilustrasi ayam jago.
d. Jamu Awet Ayu yang menggunakan ilustrasi seorang wanita cantik.
e. Obat pelangsing Biguerlai Herb yang menampilkan siluet seorang wanita dengan ornamen tumbuhan sebagai frame.
Dengan demikian kami menyimpulkan bahwa Jamu Jakula ternyata menggunakan ilustrasi, sama dengan produk Jamu Jago. Perbedaan yang kami tangkap antara produk yang menggunakan tipografi saja dengan produk yang juga menampilkan ilustrasi adalah:
· a. Produk yang menampilkan tipografi saja mempunyai kesan lebih sederhana, selain itu juga berkesan lebih modern dengan target market masyarakat kelas ekonomi yang lebih tinggi, yaitu yang minimal tidak buta huruf.
b. Produk yang menampilkan ilustrasi mempunyai kesan lebih down-to-earth. Target marketnya meliputi masyarakat yang masih buta huruf. Kesan modern atau tidaknya tergantung pada ilustrasi yang ditampilkan, misalnya ilustrasi kemasan Konidin memberikan kesan modern karena simple dan minimalis, sedangkan ilustrasi kemasan Jamu Jago lebih berkesan tradisional.
Dengan demikian dari kemasan Jamu Jakula yang juga menampilkan ilustrasi kami dapat mengkategorikan bahwa Jamu Jakula ditargetkan juga untuk masyarakat kelas bawah yang masih buta huruf. Meskipun demikian, Jamu Jakula tidaklah memiliki ilustrasi yang berkesan tradisional, melainkan cenderung modern karena ilustrasinya telah cukup sederhana.
The fantASIX di direktori Perpusnas
Bibliography : Kompas. November 1979. Kliping koran koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Minggu, 11 November 2007
Tinjauan Tipografi Jamu Jakula
Formalistik:
Font yang digunakan pada kemasan Jamu Jakula terdiri dari 5 jenis font yaitu:
1. 2 buah font serif yang ukurannya kecil untuk tulisan “PRIA” dan “JAKULA”
2. 3 buah font sans serif dengan ukuran yang relatif lebih besar dan jumlah kata yang lebih banyak untuk tulisan sisanya.
Ekspresionistik:
Tulisan yang paling menonjol dari bagian depan packaging adalah tulisan “JAMU SEHAT” dengan font sans serif namun tidak terlalu kaku. Tampaknya hal tersebut bertujuan untuk memberikan kesan yang modern namun tetap tidak melupakan unsur keluwesan yang mengingatkan bahwa ini adalah produk jamu yang berasal dari bahan-bahan tradisional. Dari sini produsen seolah ingin menyerukan bahwa ini adalah produk tradisional yang telah dimodernkan, baik melalui proses produksi hingga pemasaran yang modern.
Banyaknya jumlah font yang dipakai mengingatkan akan gaya desain Art Nouveau yang mencampurkan berbagai unsur menjadi satu. Akan tetapi sebenarnya hal ini tidak terlalu ketara karena meskipun berbeda-beda, jenis font yang dipakai cukup mirip.
Instrumentalistik:
Penggunaan font seperti pada label Jamu Jakula menunjukkan bahwa masyarakat pada masa itu telah mengenal gaya yang cukup modern, akan tetapi kombinasi jumlah font yang berlebihan juga memberitahukan kita bahwa masyarakat pada saat itu baru mencoba-coba mencari gaya modern yang tepat sehingga masih menggunakan banyak jenis font yang sebenarnya cenderung mirip yang mengakibatkan kurangnya integritas pada label jamu itu sendiri.
Minggu, 28 Oktober 2007
Kajian Berdasarkan Buku Reka Reklame: Sejarah Periklanan Indonesia 1744-1984
Berdasarkan buku Reka Reklame: Sejarah Periklanan Indonesia 1744-1984 the fantASIX memperoleh beberapa fakta baru tentang keadaan masyarakat Indonesia pada tahun 1980-an, yaitu sebagai berikut:
1. Pada masa ini perusahaan-perusahaan di Indonesia telah mengenal penggunaan logogram dan juga logotype, hal ini tepatnya dimulai sejak tahun 1950-an. Meskipun jamu Jakula tidak memiliki logogram dan merk “Jakula” sendiri pun ditampilkan dalam tipografi yang terlalu umum, namun PT. Tenaga Tani Farma yang merupakan produsen Jakula telah mencantumkan logonya pada kemasan logo tersebut.
2. Awal tahun 1970-an, berbagai perusahaan multinasional merambah ke dalam negeri seperti Coca-Cola dari Amerika, Toyota, Mitsubishi dan Fuji Film dari Jepang dan Singapore Airline dari Singapura. Hal ini dapat mempunyai pengaruh pada produk dalam negeri Indonesia, apalagi bila produk tersebut cukup terkenal dan mendapat tempat di hati masyarakat Indonesia. Pengaruh yang dapat kita lihat misalnya peniruan logotype “C” pada Coca-Cola pada kerupuk Cakra (lihat kategori “merk yang lain”). Akan tetapi hal ini masih belum dapat dibuktikan relevansinya dengan Jamu Jakula karena kami belum menemukan data apakah ada juga produk serupa yang diimpor dari luar negeri.
3. Pada masa ini pula bahasa Inggris dianggap sebagai bahasa penting yang cukup bergengsi. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya lowongan pekerjaan pada masa tersebut yang menuntut penguasaan bahsa Inggris, meskipun hanya untuk posisi juru uang atau piñata buku. Pengaruh hal ini dapat terlihat dari tulisan “SPECIAL” pada kemasan Jamu Jakula. Hal ini bisa jadi dimaksudkan untuk menyerukan bahwa ini adalah sebuah produk yang penting dan berkualitas.
Kesimpulan:
Dari kajian di atas kami dapat memperoleh beberapa kesimpulan mengenai packaging Jamu Jakula:
Ekspresionistik:
1. Penggunaan logo mengandung makna bahwa produsen ingin agar konsumen dapat membedakan produk ini dengan produk serupa di pasaran. Pencantuman logo perusahaan juga dimaksudkan agar konsumen dapat mengenali perusahaan ini sebagai produsen jamu bermutu dan akhirnya akan merasa lebih percaya pada saat membeli produk lain dari perusahaan ini dan pada akhirnya tentu akan meningkatkan omset perusahaan.
2. Penggunaan kata “Special” mengandung pesan bahwa ini bukanlah produk tradisional sembarangan, melainkan sebuah produk yang dibuat oleh para ahli dengan teknik modern dan terjamin kualitasnya.
Instrumentalistik:
1. Logo ditampilkan karena pada masa itu masyarakat Indonesia telah sadar bahwa penting untuk memberikan ciri khas pada produk mereka. Hal yang agak kontradiktif dengan penulisan merk “JAKULA” yang biasa dan berukuran kecil, sehingga tidak menonjol.
2. Kesadaran akan pentingnya bahasa Inggris telah muncul pada masa ini.
Bibliography: Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia. 1993. Reka Reklame: Sejarah Periklanan Indonesia 1744-1984. Jakarta: Pengurus Pusat Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia.
Laporan Kunjungan ke Perpustakaan Nasional
Tujuan kami ke sana adalah untuk mencari surat kabar lama yang terbit di Aceh sekitar tahun 1980-an. Sesuai dengan saran dari Pak Adit, kami bermaksud mencari kalau-kalau ada iklan atau keterangan yang dapat menjelaskan kepada kita tentang kapan Jamu Jakula pertama kali diproduksi dan peristiwa apa yang terjadi di sekitar masa tersebut.
Sesampainya kami di Perpusnas, kami diberi tahu bahwa sebaiknya kami mencari dahulu buku yang kami inginkan, apakah tersedia atau tidak, barulah setelah itu kami dapat membuat kartu anggota (“Cuma 5 menit bikin kartunya,” promosi ibu petugas keanggotaan Perpusnas). Sayangnya katalog online yang disediakan di lantai dasar tidak banyak membantu, entah apakah katalognya tidak lengkap, bukunya memang tidak tersedia, atau kami saja yang gaptek.
Akhirnya kami putuskan untuk membuat kartu dahulu agar diijinkan naik ke lantai atas. Kami membuat satu kartu saja (kata petugasnya, yang penting ada satu orang yang pegang kartu), lalu naik ke lantai 8 yang merupakan tempat penyimpanan surat kabar.
Di lantai 8, tersedia surat kabar dari zaman penjajahan sampai dengan surat kabar baru. Untuk mencari surat kabar, dapat dilakukan dengan melihat buku katalog surat kabar (yang untungnya disusun berdasarkan daerah terbit) dan juga dengan melihat buku indeks (yang berisi indeks artikel-artikel surat kabar). Sayangnya, menurut si petugas lantai 8, saat itu sedang jam istirahat makan siang mereka dan kami disarankan untuk kembali pada pukul satu siang. Karena kami masih ada kelas pada pukul 2 siang dan kami harus berangkat kembali ke kampus dari sana sekitar jam 1, kami pun hanya sempat mencari-cari di katalog apakah ada surat kabar yang kami butuhkan.
Berdasarkan pencarian kami pada buku katalog, ternyata tidak banyak surat kabar yang terbit di Aceh yang menjadi koleksi Perpusnas. Dari jumlah yang tidak banyak itu, sebagian besar berasal dari sekitar tahun 1930-an sehingga kami anggap tidak relevan dengan bahan yang kami cari. Hanya ada dua surat kabar yang menurut kami mungkin masih cukup relevan yaitu surat kabar “Peristiwa: Untuk Agama, Bangsa, dan Negara” dan “Harian Duta” yang masing-masing bertahun 1972 dan 1976.
Selain itu dua buah surat kabar yang kami cari karena merupakan surat kabar yang sangat serius menangani periklanan yaitu The Sumatra Times dan Hua Chiau Yit Po pun tidak dapat kami temukan pada katalog tersebut.
Jadi agak ragu apakah kami akan berhasil mendapatkan sesuatu yang relevan dari Perpusnas, akan tetapi kami akan mencoba untuk mencari kembali data-data yang diperlukan baik di Perpusnas maupun di tempat-tempat lain.
Minggu, 23 September 2007
Pembahasan Desain Grafis pada Kemasan
Jamu ini juga kami simpulkan sebagai produk yang cukup berhasil dari segi penjualan karena produk ini masih bisa bertahan sampai abad modern ini, bahkan diekspor ke Malaysia(menurut website PT.Tenaga Tani Farma, Produsen Jakula). Hal ini tentunya tidak terlepas dari desain label yang merupakan salah satu media promosi.
Dari segi grafis, warna cukup kontras dengan background. Jenis tulisan mudah terbaca, teks yang ditampilkan juga sudah jelas, singkat, mudah terbaca dan kami nilai menyatu dengan desain keseluruhan.
Dari segi warna, warna merah ternyata merupakan simbol kejantanan, sesuai dengan fungi produk yang dijual. Di artikel tersebut juga disebutkan bahwa warna merah disukai Sumatera Utara. Kemungkinan warna ini juga disukai di Aceh mengingat letak geografis yang berdekatan dengan Sumatera Utara.
Bibliography: Pirous, AD. 2007. Desain Grafis pada Kemasan. Retrieved 22 September 2007 from Desain Grafis Indonesia http://desaingrafisindonesia.wordpress.com/2007/06/25/desain-grafis-pada-kemasan/
Desain Grafis pada Kemasan
Desain Grafis pada Kemasan
drs. AD Pirous MA
APA ITU DESAIN GRAFIS
Desain merupakan seluruh proses pemikiran dan perasaan yang akan menciptakan sesuatu, dengan menggabungkan fakta, konstruksl, fungsi dan estetika, untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Desain adalah suatu konsep pemecahan masalah rupa, warna, bahan, teknik, biaya, guna dan pemakaian yanq diungkapkan dalam gambar dan bentuk.
Kegiatan desain mencakup berbagai bidang, seperti bidang produksi, tekstil, interior, mebel, benda-benda pakai dan segala macam penciptaan benda yang membutuhkan paduan artistik fungsionil dan ekonomis dari yang mempergunakan teknologi rendah sampai dengan yang mempergunakan teknologi tinggi.
Demikian pula dalam bidang desain grafis masalahnya akan menyangkut teknik perencanaan gambar, bentuk, simbol, huruf, fotografi dan proses percetakan, yang disertai pula dengan pengertian tentang bahan dan biaya.
Tujuan utama desain grafis, tidak saja menciptakan desain atau perencanaan fungsional estetis, tetapi juga yang informatif dan komunikatif dengan masyarakat. Bila dilengkapi dengan pengertian psikologi massa, dan teori-teori pemasaran (ekonomi), maka karya-karya desain grafis ini dapat merupakan alat promosi dengan yang sangat ampuh.
Sekarang apa yang kita kenal sebagai dunia desain grafis mencakup bidang kegiatan yang semakin luas, mencakup semua aspek komunikasi melalui bentuk visual mulai dari penciptaan logo (trade mark), perencanaan dan pembuatan buku berikut wajah kulit, ilustrasi dan tipografinya, perencanaan wajah kalender, grafis untuk segala bentuk kemas, desain huruf untuk arsitektur, semua keperluan barang cetakan untuk sebuah hotel, tata huruf judul film dan TV, poster, film kartun, animasi untuk film iklan, grafik-komputer, barang cetakan untuk pelayanan masyarakat lewat benda pos, surat kabar, majalah, sampai dengan rambu lalu-lintas dan sebagainya. Tegasnya semua kebutuhan informasi visuil, yang perlu dikomunikasikan dari seseorang kepada yang lain atau bahkan yang dikomunikasikan secara massal, menjadi bidang kegiatan perencanaan grafis. Hal ini sesuai dengan tuntutan hidup effektif yang selalu membutuhkan informasi yang cukup dan baik.
PERENCANAAN SEBUAH KEMASAN
Kemasan adalah pelindung dari suatu barang, baik barang biasa mau pun barang-barang hasil produksi industri. Dalam dunia industri kemasan merupakan pemenuhan suatu kebutuhan akibat adanya hubungan antara penghasil barang dengan masyarakat pembeli. Untuk keperluan ini kemasan harus dapat menyandang beberapa fungsi yang harus dimilikinya seperti:
- tempat atau wadah dalam bentuk tertentu dan dapat melindungi barang dari kemungkinan rusak, sejak keluar dari pabrik sampai ke tangan pembeli, bahkan masih dapat digunakan sebagai wadah setelah isi barang habis terpakai, (dalam hal ini wadah tersebut masih menyandang fungsi iklannya).
Kemasan bukan hanya sebuah bungkus, tapi juga pelengkap rumah tangga; sebush botol kecap bagus dengan etiketnya yang menarik dapat menyemarakkan suasana tertentu di meja makan atau lemari di dapur; sebuah tempat kertas lap “Klenex” yang didesain menarik dapat memperindah kamar mandi dan botol parfum yang cantik memberikan kekhasan meja berhias seorang gadis.
- mutu kemasan dapat menumbuhkan kepercayaan dan pelengkap citradiri dan mempengaruhi calon pembeli untuk menjatuhkan pilihan terhadap barang yang dikemasnya (bungkus rokok yang berwibawa).
- kemasan mempunyai kemudahan dalam pemakaiannya (buka, tutup, pegang, bawa) tanpa mengurangi mutu ketahanannya dalam melindungi barang.
- rupa luar kemasan harus sesegera mungkin menimbulkan kesan yang benar tentang jenis isi barang yang dikemas.
- perencanaan yang baik dalam hal ukuran dan bentuk, sehingga efisien dan tidak sulit dalam hal pengepakan, pengiriman serta penempatan, demikian pula penyusunan dalam lemari pajang.
- melalui bentuk dan tata rupa yang dimilikinya kemasan berfungsi sebagai alat pemasar untuk mempertinggi daya jual barang. Dalam fungsi ini desain bentuk-kemasan harus mendapat dukungan penuh dari unsur desain-grafisnya, sehingga bentuk kemasan selain menarik harus dapat menyampaikan keterangan dan pesan-pesannya sendiri.
Mengingat konsumen Indonesia yang sebagian besar masih terbatas kemampuan melek hurufnya, maka sampai dengan pertengahan abad ini kita masih melihat bahasa gambar sangat banyak dipergunakan di samping bahasa warna dan huruf. Hal ini, dibuktikan dalam desain-desain merek-dagang, etiket kemasan, serta penggunaan warna untuk memperkuat identitas produk tersebut.
Di samping itu sejalan dengan keterbatasan kemampuan visual dan logika, lahir pula gambar-gambar dan nama-nama sederhana dari benda yang sangat dikenal dalam kehidupan kita sehari-hari, yang oleh industri rokok yang dipilihkan seperti: Djambu Bol, Djeruk, Sapi, Carok, Upet, Pompa, Sugu, Tang, Djarum, Gudang Garam dan sebagainya.
Suatu waktu pabrik rokok kretek Djarum, pernah memproduksi rokok kretek dengan beberapa jenis rasa yang dibedakan dari warna bungkus. Djarum Coklat, Djarum Merah, Djarum Kuning (antara tahun 1950-1960). Semua desain, tipe huruf, dan ukuran sama, kecuali warna dasarnya yang berbeda; jadi di sini ditekankan penggunaan warna. Kemudian, nama-nama aneh muncul dalam gaya seperti ini, sekadar untuk menghindarkan persamaan nama di Lembaga Pencatatan Paten.
Sebuah contoh: Gambar buaya sudah ada pada Lembaga Pencatatan Paten, maka seseorang tidak dapat mempergunakan logo yang sama untuk keperluan desain logo baru. Lalu jalan keluarnya, dia menambahkan kata baru di samping kata buaya, lalu mendaftarkan diri dengan merek “Buaya Gunung”; gambarnya adalah buaya dan gunung (Penelitian Wiyanto, skripsi merek Dagang di Indonesia tahun 1961-1962). Kesederhanaan cara melihat yang berasal dari logika bentuk sering terjadi, karena itu tidak mengherankan bila korek api Jonko ping Tandstick Fabriek, yang bergambar medali atau mata uang di pasar lebih dikenal dan dinamakan “Korek api cap Balon”; apa yang paling segera terlintas difikirkan dan mudah diingat.
Keberhasilan pemasaran suatu barang, tidak hanya ditentukan oleh mutu barang serta usaha promosi yang dilakukan, tetapi juga dalam upaya yang sama oleh mutu dan penampilan kemasan itu sendiri.
Untuk kenyataan ini kita kenal filsafat pemasaran yang sudah lazim sejak abad ke 19 di Inggris “the product is the package”, barang produk ditentukan oleh kemasannya sendiri. Kesadaran akan kemasan adalah bahagian yang tak terpisah dari barang produk, sehingga tidak mengherankan bila sebuah biro perencanaan grafis bersikap “Kami tak dapat menaikkan mutu barang produk, karena itu kami tingkatan kemasannya”.
Karena itu mutu lain dari sebuah kemasan dinilai dari kemampuannya dalam memenuhi fungsi, di mana kemasan dituntut untuk memiliki daya tarik yang lebih besar daripada barang yang dibungkus di dalamnya. Keberhasilan daya tarik kemasan ditentukan oleh estetik yang menjadi bahan pertimbangan sejak awal perencanaan bentuk kemasan, karena pada dasarnya nilai estetik harus terkandung dalam keserasian antara bentuk dan penataan desain grafis tanpa melupakan kesan jenis, ciri dan sifat barang yang diproduksi.
UNSUR DESAIN GRAFIS
Bahasa desain grafis adalah bahasa visual, bahasa simbol yang diungkapkan melalui gambar, bentuk, warna dan aksara. Grafis harus dapat mengantarkan pesan yang ingin disampaikan oleh produsen barang lewat kemasan yang diciptakan; baik informasi mengenai isi maupun penjelasan mengenai cara pemakaian produk tersebut. Pemilihan tipe huruf yang berkarakter sesuai dengan jenis barang, dipadu saling menunjang dengan gambar ilustrasi yang tepat dan dicetak dengan teknik percetakan yang baik, akan membawakan pesan yang langsung ataupun yang tidak langsung dari barang tersebut terhadap kualitas dan nilainya. Gambar dan tulisan (teks), tidak saja penting sebagai daya tarik tetapi terutama cergas untuk berkomunikasi dengan konsumen tentang keterangan-keterangan yang diinginkan. Teks haruslah jelas, singkat, benar, mudah terbaca dan menyatu dengan desain keseluruhan.
Mempertimbangkan tata tertib desain sangat membantu untuk menghindarkan kesan desain yang kacau balau. Ketiga unsur grafis, gambar, huruf dan warna haruslah dapat menampilkan dirinya secara saling tenggang dan saling tunjang. Bentuk huruf nama produk yang seharusnya tampil utama, tidaklah layak diganggu oleh penggunaan warna-warna kontras yang menyilaukan, sebab warna yang keras hanya dapat berteriak, tapi tidak menyampaikan pesan. Gambar ilustrasi yang berkelebihan akan menenggelamkan pesan informasi tertulis yang juatru lebih penting. Teks yang dicetak dengan warna kuning atas dasar hitam akan sangat jelas terbaca, sebaliknya tulisan biru atas dasar merah akan bergerak memusingkan mata, dan warna kuning muda atas putih akan tidak terbaca. Demikian pula penggunaan bentuk huruf kecil akan lebih mudah dan enak dibaca dari pada huruf besar, dan pemilihan tipe huruf yang sederhana akan lebih menguntungkan dari pemakaian huruf yang dekoratif yang mungkin akan lebih indah tapi sukar terbaca.
Memperhitungkan tinggi dan tebal huruf yang seimbang, dan jarak spasi antara huruf lebih besar dari tebal huruf itu sendiri, sehingga semua pesan yang tertulis sangat mudah terbaca. Hindarkanlah kesan pada konsumen, sehingga seakan-akan kemasan itu berusaha menyembunyikan sesuatu. Dalam pemakaian teks, gunakanlah kata-kata yang mudah dimengerti, tidak terlalu panjang, tidak berarti ganda, karena kecenderungan konsumen adalah selalu mencari produk yang praktis dan bermanfaat yang kemudian baru mempertimbangkan soal harga.
Mengenai gambar atau ilustrasi dapat diungkapkan melalui gambar tangan ataupun melalui fotografi atau keduanya. Fungsi utama dari ilustrasi ini adalah untuk informasi visual tentang produk, pendukung teks, tentang penekanan suatu kesan tertentu atau sebagai penangkap mata untuk menarik calon pembeli untuk membaca teks. Berdasarkan kegunaannya, ilustrasi dengan gambar pada kemas dapat ditampilkan berupa barang produknya secara penuh atau gambar detailnya ataupun gambar yang berupa hiasan, atau ornamen yang simbolis saja.
Ilustrasi melalui gambar fotografi sering digunakan untuk meyakinkan kualitas isi barang; karena lebih menampilkan kenyataan benda tersebut. Hal ini terutama sering dipakai pada kemasan barang makanan. Dengan fotografi lebih mampu menggambarkan bahan dasar alami dari isi produk tersebut (sayur segar, buah-buahan, daging, ikan dan lain-lain).
Demikian pula dapat menunjukkan hasil yang bisa diperoleh dengan menggunakan produk tersebut (sop dengan kuah yang lezat, nasi goreng, kueh yang merangsang selera).
Cara yang sama dapat digunakan untak bidang kosmetik yang menampilkan wajah cantik, paras ayu dengan kulit halus yang lembut; atau rambut rapih yang anggun.
Bahkan lebih jauh dalam bungkus jamu Cap Djago, dipasang tokoh terkenal seperti Titik Puspa dan Mus Mualim, atau bintang terkenal lainnya. Hal ini semata dengan upaya untuk mencitrakan diri terhadap sesuatu yang membanggakan.
Warna adalah hal yang sangat penting dalam komunikasi dengan konsumen. Sehubungan dengan warna pada perencanaan grafis kemasan dapat dirasakan kegunaannya dalam beberapa sudut yang saling berkaitan. Yang sudah jelas kita mengenal 2 penggolongan warna, yaitu warna panas (merah, jingga, kuning) dan warna dingin (hijau, biru dan ungu).
Dari sudut kejiwaan warna panas dihubungkan dengan sikap spontan, meriah, terbuka, memacu gerak dan menggelisahkan, yang disebut “extroverted colour”, sedang warna dingin dihubungkan dengan sikap tertutup sejuk, santai, penuh pertimbangan dan disebut “introverted colours”. Kalau warna merah dianggap warna jantan, lambang darah yang mengalir di dalam tubuh, warna jingga mengesankan bersih, membangkitkan selera, ramah dan hangat. Kuning penuh gairah, ceria dan terang, merah jambu mengesankan kewanitaan dan warna hijau melambangkan suatu yang tumbuh dan harapan, sedangkan warna biru memberikan rasa tenang. Bila hijau membangkitkan ketenangan di bumi, maka biru memberikan kesunyian di langit.
Kecenderungan potensi dari warna ini tentunya dapat diterapkan dengan baik dalam pembuatan kemasan. Untuk menjelaskan kekuatan warna, pandangan dari segi psikologi mengemukakan, bahwa warna lebih dekat hubungan kepada emosi daripada kepada bentuk, sehingga pada sebuah kemasan warna tampil lebih awal dibandingkan dengan bentuk kemasannya dan untuk ini tidak begitu diperlukan pertimbangan-pertimbangan pengamatan.
Dapat kita bayangkan persaingan ketat yang akan dihadapi oleh sebuah produk dengan kemasnya pada sebuah rak pemajangan produk sejenis lainnya yang berpuluh-puluh jumlahnya. Bagi kemasan yang mempergunakan unsur grafis dan warna dengan lebih seksama tentu akan tampil sebagai pemikat utama bagi calon pembeli. Apalagi bila disadari bahwa daya ingat manusia terhadap bentuk lebih lamban dibanding terhadap warna dan orang dapat lupa terhadap nama sebuah produk tapi sukar lupa terhadap warna kemasnya. Sebagai contoh hal ini jelas terlihat pada kemasan film, Kodak (kuning), Fuji Color (hijau), Corned beef Cip/Pronas dan sardencis (merah), Sari Ayu (coklat tua), Mustika Ratu (merah tua).
Penerapan warna terhadap kemasan dapat pula dipertimbangkan dari sudut cerapan warna terhadap cerapan cecap. Dari sebuah angket terbatas mengenai pengaruh warna terhadap cecap (taste) yang dilakukan di antara ibu rumah tangga di Bandung, dapat diambil kesimpulan, bahwa warna merah memberikan cecap manis yang tertinggi, warna kuning memberikan cecap asam yang tertinggi warna biru terang dengan putih memberikan cecap asin dan warna merah-gelap dan hitam memberikan cecap pahit (penelitian Baby Ahnan, Skripsi “Sebuah Penelitian Jelajah Mengenai: Kemungkinan Timbulnya Cerapan Cecap/Akibat Cerapan Warna” Tahun 1983. Kesimpulan ini tentu dapat dipakai sebagai titik tolak pewarnaan kemasan khusus untuk makanan dan minuman di Indonesia.
Seterusnya mengenai masalah warna dalam kaitan selera publik konsumen dapat pula kita catat beberapa hal seperti :
- Warna anggun, canggih (sophisticated), kurang cocok untuk warna kosmetik yang dipasarkan di golongan masyarakat menengah ke bawah. Yang lebih disukai adalah warna cerah, yang agak meriah.
Menjua1 radio dengan warna merah, hijau, atau biru muda akan lebih mudah di daerah pedesaan.
Demikian pula warna bungkus rokok untuk masyarakat menengah ke bawah sebaiknya dengan warna lebih ceria. Sedangkan warna untuk bungkus rokok kretek Filtra yang kemasan cocok untuk kalangan orang bisnis, atau mencerminkan tingkatan sosial tertentu, dan rokok Djarum Super merah-hitam sesuai untuk golongan pemuda yang berjiwa muda atau romantis; apalagi bila didukung oleh kampanye iklan yang agak berbau erotis. Demikian pula untuk beberapa rokok cap tertentu di Indonesia yang pemasarannya di antara konsumen kelas bawah, terdapat keserasian tertentu dalam warna yang dipakai sesuai dengan daerah khas tertentu.
Untuk daerah Sumatera Utara disukai warna kuning pinang masak (chrome) atau warna merah; dan di daerah Jawa dengan warna merah, kuning lemon dan biru tua. Sebagai contoh, rokok Commodore berwarna bungkus merah dipasarkan di Medan dan sekitarnya; demikian pula rokok cap Galan dan Panamas yang konsumen terbesarnya di Sumatera.
Sehubungan dengan warna, dapat pula ditelusuri bahwa suatu jaman kadang-kadang mempunyai satu kecenderungan selera. Untuk generasi yang dibesarkan di sekitar Perang Dunia II, selera warnanya lebih tenang, mengungkapkan warna teduh, nyaris muram. Karena itu lahir satu gerakan kelompok pelukis yang tampil dengan warna-warna cemerlang di Eropah sebagai reaksi terhadap situasi tadi, di antaranya pelukis Josef Albers, Vasarely.
Selera lesu dari era ini diungkapkan dalam cita rasa warna berpakaian dan interior ruang dengan warna pastel abu-abu, kuning gading pucat, atau oker pudar.
Tapi pada generasi berikutnya yang dibesarkan pada masa kebudayaan Pop (Pop Culture), mereka lebih gandrung terhadap warna ceria, kontras, riang dan meriah. Secara psikologis dapat dihubungkan dengan masa “pembangunan” yang kurang mengalami kesukaran, suasana dunia yang lebih damai, terbuka; optimistis. Karena itu warna kemas saat ini umumnya lebih terang dan gembira.
KEMASAN UNTUK EKSPOR
Pada umumnya di Indonesia sampai dengan saat ini masih hidup dengan baik desain kemasan yang tradisionil (baik desain grafisnya maupun bahan yang dipergunakan) di samping desain kemas yang modern, yang pembuatannya didasarkan kepada konsep pemikiran yang modern juga. Bila kita masuk ke sebuah toko barang makanan kecil yang menjual makanan kering seperti jenis krupuk, kacang-kacangan, dodol, kueh kering, tauco, oncom, seperti toko-toko yang terdapat di jalan raya bypass kota Cianjur, maka kita akan temukan sebagian besar barang makanan itu dikemas dalam keadaan sederhana, baik bentak maupun grafisnya. Kemasan yang sebagian besar untuk hasil industri rumah ini, rupanya masih punya tempat dan akrab dengan konsumennya.
Di samping itu di kota-kota besar, terlihat suatu keadaan lain, sebagai hasil perkembangan pasar dan toko setelah tahun 1986 (era orde baru). Seperti kita ketahui roda ekonomi Indonesia mulai bergerak setelah tahun 1966, di mana penanaman modal asing di berbagai bidang, seperti pendirian industri/pabrik, makanan, obat-obatan, pakaian, elektronik, sampai kepada perakitan kendaraan. Pusat-pusat perbelanjaan makin banyak, di samping toko serba ada dan supermaket yang mewah.
Kehadiran toko-toko mewah ini merangsang lahirnya bentuk kemasan baru dari barang produksi dalam negeri. Sifat penjajaan barang di supermaket yang di antaranya setiap barang harus melayani dan menual dirinya sendiri, mendorong para produsen untuk menciptakan produk dengan kemasan yang sesuai. Barang-barang yang dijajakan di sebuah pasar syawalan akan diletakkan sesuai kelompok jenisnya. Sehingga kita akan mudah mendapat jenis barang tersebut sekaligus dengan berbagai ragam, merek, harga, tanda-niaga, isi, penjelasan dan tawaran cita rasanya. Barang produk tersebut tiba-tiba tenggelam ke dalam satu pertarungan yang sengit untuk dapat memenangkan perhatian pembeli. Pertarungan barang tersebut, adalah pertarungan perancangan bungkusnya, karena itu ini adalah pertarungan ilmu merancang kemasan. Untuk menentukan pilihan konsumen harus aktif. Suasana akan berlainan sekali, bila anda berbelanja di satu warung di pasar Inpres di mana pelayan warung akan mengejar anda dengan berbagai informasi dan menggoda anda untuk membeli barang tersebut; dan anda cukup dengan sikap pasif saja.
Seiring dengan derap kemajuan ekonomi kita, telah pula dimulai menggiatkan ekspor barang-barang produksi dalam negeri ke berbagai negara. Upaya ini tentunya harus didukung oleh mutu barang dan sekaligus mutu kemasannya yang berwibawa dan berdaya jual. Mengenai perencanaan kemasan ekspor ini dapatlah dicatat beberapa yang seyogyanya layak menjadi bahan pertimbangan bagi para produsen dan perencana grafis Indonesia.
- Beberapa bentuk kemasan berikut grafisnya dari sebuah barang yang diproduksi untuk pasar luar negeri sebaiknya tidak dibuat sama seperti yang dipasarkan untuk dalam negeri.
- Peka dan faham terhadap berbagai ragam kebudayaan dunia sangat penting dalam memperhitungkan desain kemas untuk ekspor. Hal ini didasari oleh adanya faktor lingkungan setempat yang harus dipertimbangkan. Sebagai contoh dapat diteliti apa yang dilakukan oleh sebuah perusahaan perencanaan dan konsultan untuk marketing dan komunikasi di San Francisco USA “Walter Landor Asoociates. Perusahaan ini telah mempekerjakan desainer dari berbagai bangsa, sesuai dengan kepentingan perencanaan barang untuk berbagai negara yang dituju seperti Jepang, Itali, Jerman, bahkan Inggris. Kemasan untuk ekspor adalah hal yang sangat khas karena itu sebaiknya ditangani oleh desainer dari negara tujuan ekspor yang bersangkutan dan bekerjasama dengan perencana Indonesia.
- Lazimnya kemasan yang akan dipasarkan telah melalui hasil riset di atas dan uji lapangan yang mendalam, baik dalam bentuk dan bahan kemasan maupun desain grafisnya, mengingat tingginya fakta perbedaan iklim, bahasa, kemampuan membaca, syarat perdagangan, pajak, lalu lintas pengiriman dan lain-lain.
- Setiap barang produk yang akan diekspor, haruslah juga melengkapi desain kemasannya dengan persyaratan kode komputerisasi yang telah dipakai di mana-mana, untuk memudahkan penghitungan harga.
- Harus pula mempertimbangkan penggunaan unsur simbolisme yang diucapkan melalui bentuk dan warna. Dapat dibayangkan kebijaksanaan bagaimana yang akan diambil, bila akan merencanakan kemasan kita untuk diekspor, muncul masalah warna dan gambar sebagai berikut:
- Warna “merah”, sangat disukai di Itali, Singapura, Yugoslavia, Meksiko, dan bagi orang Amerika merah adalah warna yang bersih, sedang bagi bangsa Inggris, Chili, Guatemala, Belanda, Venezuela dan Swedia termasuk warna yang kurang disukai.
- Warna “biru” disukai di Inggris, dianggap warna maskulin di Swedia, tapi feminin di Belanda.
- Warna “kuning” dan “emas”, disukai sekali oleh negara-negara di Asia seperti Jepang, Malaysia, Filipina, Burma, Ceylon, Singapura dan Hongkong.
- Warna “hijau”, dianggap sebagai warna yang serasi dan sejuk oleh bangsa Amerika, Iran, Irak, Sudan, Jordania, India, Pakistan, dan bagi bangsa Arab malah dianggap sebagai warna suci yang kurang bijaksana untuk dipakai sebagai warna kemas.
- Warna “hitam”, hampir semua bangsa seperti Amerika, Afrika Selatan, Tunisia, Afganistan, India, Saudi Arabia, Vietnam, Hongkong, Perancis, Jerman, Denmark, dan Australia merasa kurang cocok, tetapi di Spanyol malah banyak dipakai untuk kemasan makanan.
Demikian pula mengenai masalah “gambar”,
- Gambar Harimau, Singa, Naga dan Gajah, disenangi di RRC, Taiwan, dan Hongkong, sedang gambar gajah tidak disukai di Tahiti
- Bagi Singapura dan Malaysia, mereka kurang dapat menerima gambar ular, babi, sapi dan kura-kura.
- India anti terhadap gambar sapi dan anjing, tapi suka kepada gambar monyet.
- Swiss akan peka sekali terhadap bentuk palang merah atau palang putih atas dasar merah.
- Saran khusus yang penting dihayati oleh para produsen dan pendesain kemasan Indonesia adalah agar menempatkan persoalan pengemasan ini, tidak saja sebagai faktor ekonomis yang berhubungan dengan peningkatan pemasaran barang saja, tetapi juga sebagai faktor kulturil yang membawa citra wibawa bangsa. Suatu contoh yang dapat kita tiru adalah apa yang telah dilakukan oleh Jepang terhadap seni pengemasan barang produk mereka. Seluruh nafas keseni-rupaan Jepang dapat terpancar pada rancangan grafis kemasan barangnya; sebagai sebuah tontonan kesenian. Apakah kita layak mempunyai optimisme ke arah demikian, memang sangat tergantung kepada sikap dan keinginan kita sendiri.
Demikianlah secara singkat yang dapat disampaikan dalam kesempatan pembicaraan mengenai peranan desain grafis pada kemasan dan pada akhirnya ingin saya tekankan “Bila bentuk kemas itu hanya dapat melindungi isi barang yang dikemas, tapi desain grafisnya akan menjual barang tersebut kepada pembeli”
Sumber: Buku ”Simposium Disain Grafis” Fakultas Seni Rupa dan Disain Institut Seni Indonesia- Yogyakarta, dalam rangka Purna Bakti drs. R. Soetopo sebagai tenaga pengajar Fakultas Seni Rupa dan Disain, yang diselenggarakan pada tanggal 4 April 1989.
Bibliography: Pirous, AD. 2007. Desain Grafis pada Kemasan. Retrieved 22 September 2007 from Desain Grafis Indonesia http://desaingrafisindonesia.wordpress.com/2007/06/25/desain-grafis-pada-kemasan/
Perbandingan Label-label Jamu Kuat
Berikut label-label tersebut:
"COBRA LAUT"
"CULA BADAK"
"GINSENG KUDA-LAUT"
"HORMOVITON"
"IREX"
"KUDA"
"KUKU BIMA"
"MA'JUN SEMANGAT"
"MACHO MAN"
"PASAMA"
"PILKITA"
"PRIA PERKASA"
"JAMU IBOE - SARI JAMU SEHAT PRIA"
"SEHAT PRIA"
"SING LUNG SAN"
"STRONGPAS"
Kesimpulan:
Gambar yang kebanyakan dipakai dalam label-label jamu/obat kuat yang lainnya adalah:
1. komposisi dari obat/jamu tersebut, misalnya: Cula Badak, Kuda Laut, ginseng (merk StrongPas), dsb
2. simbol maskulin, misalnya: Kuda, Sagitarius (pada Irex dan Pasama), simbol laki-laki (pada Hormoviton)
3. sosok laki-laki yang dianggap perkasa, misalnya: Bima (merk Kuku Bima), siluet dan gambar pria berotot (merk Sing Lung San dan Pria Perkasa), orang Arab (merk Ma'Jun Semangat)
4. sedikit saja yang hanya menggunakan logotype (Pilkita), gambar pria dan wanita yang sedang ber"aktivitas" (merk Macho Man), foto model yang sayangnya kurang meyakinkan menurut kami (merk Sehat Pria)
Sedangkan label Jamu JAKULA sendiri termasuk dalam kategori yang ketiga yang digambarkan dengan sosok pria berotot.
Kamis, 20 September 2007
Pembahasan Artikel Hubungan Sejarah Aceh dan Tiongkok
Poin-poin penting yang kami dapat dari artikel tersebut adalah:
▪ Jadi jauh sebelum kerajaan Aceh Darussalam berdiri,
komunitas Tionghoa telah berada di Aceh sejak abad ke-13.
▪ Orang Aceh mendapatkan ilmu pembuatan meriam ini dari orang
Tionghoa. Demikian juga dengan
pertenakan sutera yang sudah dikuasai oleh orang Aceh yang
kemungkinan besar diperkenalkan oleh orang-orang Tionghoa.
▪ Pernah pada jaman Sultan Iskandar Thani ini orang Tionghoa
dikenakan larangan untuk tinggal di wilayahnya, karena dianggap
memelihara Babi. Pada jaman Iskandar Thani ini di ibukota kerajaan
telah dibangun sebuah taman yang dinamakan "Taman Ghairah", diceritakan
bahwa didalam taman itu telah dibangun sebuah "Balai Cina"
(paviliun) yang dibuat oleh para pekerja orang Tionghoa.
▪ Peranan orang Tionghoa dibidang perdagangan di Aceh diperkirakan
bertambah besar pada paruh kedua abad ke-17.
▪ Lonceng atau genta yang terkenal dan termasyhur (icon kota Banda
Aceh) di Aceh ini sekarang diletakkan di Musium Aceh, Banda Aceh.
Lonceng yang dibawa oleh Cheng Ho ini adalah pemberian Kaisar
Tiongkok, pada abad ke-15 kepada Raja Pasai.
▪ Pembangunan masjid Baiturrahman ini dilaksanakan oleh seorang
pemborong atau kontraktor Tionghoa yang bernama Lie A Sie.. Para pekerjanya-pun hampir
sebagian besar terdiri dari pekerja orang Tionghoa
▪ Jaman Orba (Suharto) adalah masa-masa yang gelap dalam sejarah
komunitas Tionghoa di Aceh. Pada 8 Mei 1966, Pangdam Aceh Brigjen
Ishak Djuarsa (orang Sunda, bukan Aceh) mengumumkan untuk mengusir
semua warga Tionghoa dari Aceh sebelum 17 Agustus 1966
▪ demo-demo anti Tionghoa sampai sekarang tidak
cukup untuk mematahkan dominasi Tionghoa dalam perekonomian setempat
▪ Akibat
sentimen anti Tionghoa yang keras pada saat itu banyak warga Tionghoa
meninggalkan Aceh
sekitar 60% pertokoan di Banda Aceh milik warga
Tionghoa). Tidak semua warga Tionghoa itu ekonominya berkecukupan
atau kaya di Banda Aceh, warga Tionghoa yang miskin-pun dapat
dijumpai disana
▪ Aceh
dikenal dengan singkatan sebagai (A)rab, (C)ina, (E)ropah, (H)
industan atau India.
Kesimpulan:
Aceh sejak jaman dahulu kala (sekitar abad ke-13) telah menjadi rumah bagi komunitas Tionghoa dan seiring dengan berjalannya waktu masyarakat Tionghoa telah memberi banyak sumbangan dan memegang peranan yang cukup penting dalam berbagai aspek kehidupan (terutama aspek ekonomi) masyarakat Aceh.
Fakta bahwa masyarakat Tionghoa telah ada sejak lama di Aceh juga menimbulkan kemungkinan yang sangat besar akan adanya percampuran budaya baik berupa asimilasi maupuan akulturasi dengan budaya setempat.
Meskipun sempat beberapa kali mengalami berbagai hal yang tidak menyenangkan dari penduduk setempat, masyarakat Tionghoa tetap mampu bertahan, bahkan dapat dikatakan cukup mendominasi dalam perekonomian Aceh.
Oleh karena itu, sangatlah besar kemungkinan adanya pengaruh budaya Tionghoa dalam label jamu Jakula, bahkan mungkin pemilik dari Tenaga Tani Farma (produsen Jamu Jakula) berasal dari etnis Tionghoa.
Demikian kesimpulan yang kami peroleh dari artikel tersebut.
Bibliography: http://www.budaya-tionghoa.org/modules.php?name=News&file=print&sid=506
Hubungan Sejarah Aceh dan Tiongkok
Artikel ini kami dapat dari website Forum Budaya Tionghoa (www.budaya-tionghoa.org) dan di-post oleh xuan-tong dengan judul Komunitas Tionghoa dan Aceh setelah Pilkada. Sebelum kami membahas mengenai hal-hal yang kami peroleh dari artikel tersebut, kami akan menampilkan isi artikel tersebut dalam blog ini sebagai berikut.
Komunitas Tionghoa dan Aceh setelah Pilkada
Posted on Friday, January 05 @ 07:45:49 EST by xuan-tong
Belum lama berselang ada satu postingan didalam milis ini dari Halim
El Bambi(8 Desember 2006) , mengenai undangan dari Jurnal
Ilmiah "Seumikee" Aceh Institute, untuk menulis satu artikel tentang
Aceh, dan salah satu tema tulisannya adalah mengenai "Budaya dan
kesenian, misalnya kapan budaya Tionghoa masuk ke Aceh dst.". dan
ini adalah sesuatu ide yang baik dan positif untuk ditanggapi.
Tulisan-tulisan mengenai hal ini memang dirasakan masih sedikit
atau terbatas, walaupun komunitas Tionghoa dalam sejarahnya telah
berada di Aceh sejak ratusan tahun yang lalu.
Dan sehubungan dengan pelaksanaan Pilkada Aceh baru-baru ini, dan
Irwandi Jusuf terpilih sebagai calon gubernur pertama Nangroe Aceh
Darussalam, maka Aceh akan memulai babak sejarahnya yang baru.
Karenanya pembahasan ini menjadi relevan, sekurang-kurangnya suatu
ulasan sedikit mengenai sejarah dan peranan komunitas Tionghoa di
Aceh selama ini.
Hubungan sejarah Aceh dan Tiongkok
Catatan sejarah tertua dan pertama-tama mengenai kerajaan-kerajaan
di Aceh, didapati dari sumber-sumber tulisan sejarah Tiongkok. Dalam
catatan sejarah dinasti Liang (506-556), disebutkan adanya suatu
kerajaan yang terletak di Sumatra Utara pada abad ke-6 yang
dinamakan Po-Li dan beragama Budha. Pada abad ke-13 teks-teks
Tiongkok (Zhao Ru-gua dalam bukunya Zhu-fan zhi) menyebutkan Lan-wu-
li (Lamuri) di pantai timur Aceh. Dan pada tahun 1282, diketahui
bahwa raja Samudra-Pasai mengirim dua orang (Sulaiman dan
Shamsuddin) utusan ke Tiongkok.
Didalam catatan Ma Huan (Ying-yai sheng-lan) dalam pelayarannya
bersama dengan Laksamana Cheng Ho, dicatat dengan lengkap
mengenai kota-kota di Aceh seperti, A-lu (Aru), Su-men-da-la
(Samudra), Lan-wu-li (Lamuri).
Dalam catatan Dong-xi-yang-kao (penelitian laut-laut timur dan
barat) yang dikarang oleh Zhang Xie pada tahun 1618, terdapat sebuah
catatan terperinci mengenai Aceh modern.
Samudra-Pasai adalah sebuah kerajaan dan kota pelabuhan yang ramai
dikunjungi oleh para pedagang dari Timur Tengah, India sampai
Tiongkok pada abad ke 13 -16. Samudra Pasai ini terletak pada jalur
sutera laut yang menghubungi Tiongkok dengan negara-negara Timur
Tengah, dimana para pedagang dari berbagai negara mampir
dahulu /transit sebelum melanjutkan pelayaran ke/dari Tiongkok
atau Timur Tengah, India.
Kota Pasai dan Perlak juga pernah disinggahi oleh Marco Polo (abad
13) dan Ibnu Batuta (abad 14) dalam perjalanannya ke/ dari
Tiongkok. Barang dagangan utama yang paling terkenal dari Pasai
ini adalah lada dan banyak diekspor ke Tiongkok, sebaliknya banyak
barang-barang Tiongkok seperti Sutera, Keramik, dll. diimpor ke
Pasai ini. Pada abad ke 15, armada Cheng Ho juga mampir dalam
pelayarannya ke Pasai dan memberikan Lonceng besar yang tertanggal
1409 (Cakra Donya) kepada raja Pasai pada waktu itu.
Samudra Pasai juga dikenal sebagai salah satu pusat kerajaan Islam
(dan Perlak) yang pertama di Indonesia dan pusat penyebaraan Islam
keseluruh Nusantara pada waktu itu. Ajaran-ajaran Islam ini
disebarkan oleh para pedagang dari Arab (Timur Tengah) atau Gujarat
(India), yang singgah atau menetap di Pasai.
Dikota Samudra Pasai ini banyak tinggal komunitas Tionghoa, seperti
adanya "kampung Cina", seperti ditulis dalam Hikayat Raja-raja
Pasai. Jadi jauh sebelum kerajaan Aceh Darussalam berdiri,
komunitas Tionghoa telah berada di Aceh sejak abad ke-13. Karena
Samudra Pasai ini terletak dalam jalur perdagangan dan pelayaran
internasional serta menjadi pusat perniagaan internasional, maka
berbagai bangsa asing lainnya menetap dan tinggal disana yang
berkarakter kosmopolitan dan multietnis.
Tome Pires menyebutkan bahwa kota Pasai adalah kota penting yang
berpenduduk 20.000 orang. Pada tahun 1524 Samudra Pasai ditaklukan
oleh Sultan Ali Mughayat Syah dari kerajaan Aceh Darussalam dan
sejak itu Samudra Pasai merosot dan pudar pamornya untuk
selamanya.
Puncak kejayaan Kerajaan Aceh Darussalam adalah ketika pada jaman
Sultan Iskandar Muda (1607-36), Aceh pada waktu jaman Iskandar Muda
ini adalah negara yang paling kuat diseluruh Nusantara. Ia
meluaskan wilayah kekuasaannya dan memerangi Portugis, Kesultanan
Johor, Pahang dll. Aceh juga merupakan sebuah negara maritim dan
sebagai salah satu pusat perdagangan internasional. Banyak pedagang
asing singgah dan menetap di Aceh, seperti dari Arab, Persia, Pegu,
Gujarat, Jawa, Turki, Bengali, Tionghoa, Siam, Eropah dll.
Di kota kerajaan ini (Banda Aceh sekarang), banyak dijumpai
perkampungan-perkampungan dari berbagai bangsa, seperti kampung
Cina, Portugis, Gujarat, Arab, Pegu, Benggali dan Eropah lainnya.
Kota Aceh ini benar-benar sebuah kota kosmopolitan yang berkarakter
internasional dan multietnis. Seperti di Samudra Pasai, Aceh juga
banyak menghasilkan Lada yang diekspor ke Tiongkok.
Pada waktu itu orang Aceh juga telah menguasai pembuatan atau
pengecoran pembuatan Meriam dan tidak semua meriam di Aceh adalah
buatan luar negeri (seperti meriam buatan Turki atau Portugis).
Orang Aceh mendapatkan ilmu pembuatan meriam ini dari orang
Tionghoa (Kerajaan Aceh, Denys Lombard). Demikian juga dengan
pertenakan sutera yang sudah dikuasai oleh orang Aceh yang
kemungkinan besar diperkenalkan oleh orang-orang Tionghoa.
Pengganti Sultan Iskandar Muda adalah mantunya sendiri yang bernama
Sultan Iskandar Thani (1636-41). Periode pemerintahan Iskandar
Thani ini adalah awal dari kemerosotan Kerajaan Aceh Darussalam,
periode pemerintahannya juga sangat singkat. Iskandar Thani tidak
melakukan politik ekspansi wilayah lagi seperti mertuanya dan
lebih memusatkan kepada pengetahuan dan ajaran Islam.
Pernah pada jaman Sultan Iskandar Thani ini orang Tionghoa
dikenakan larangan untuk tinggal di wilayahnya, karena dianggap
memelihara Babi. Pada jaman Iskandar Thani ini di ibukota kerajaan
telah dibangun sebuah taman yang dinamakan "Taman Ghairah", seperti
yang dikisahkan dalam buku Bustan us-Salatin karangan Nuruddin ar-
Raniri(orang Gujarat,penasihat Sultan,ahli tasawuf). Diceritakan
bahwa didalam taman itu telah dibangun sebuah "Balai Cina"
(paviliun) yang dibuat oleh para pekerja orang Tionghoa.
Peranan orang Tionghoa dibidang perdagangan di Aceh diperkirakan
bertambah besar pada paruh kedua abad ke-17. Selain ada yang
tinggal dan berdagang secara permanen di ibukota Aceh ini, ada juga
pedagang musiman yang datang dengan kapal layar (10-12 kapal sekali
datang) pada bulan-bulan tertentu seperti pada bulan Juli. Kapal-
kapal (Jung) Tionghoa tersebut juga membawa beras ke Aceh (impor
beras dari Tiongkok). Mereka tinggal dalam perkampungan Cina dekat
pelabuhan , yang sekarang mungkin lokasinya disekitar "Peunayong"
(Pecinan Banda Aceh).
Bersama dengan kapal itu juga datang para pengrajin bangsa Tionghoa
seperti tukang kayu, mebel, cat dll. Begitu tiba mereka mulai
membuat koper, peti uang, lemari dan segala macam lainnya. Setelah
selesai mereka pamerkan dan jual didepan pintu rumah. Maka selama
dua atau dua bulan setengah berlangsunglah "pasar (basar) Cina" yang
meriah. Toko-toko penuh sesak dengan barang dan seperti biasanya
orang-orang Tionghoa ini tidak lupa juga untuk bermain judi seperti
kebiasaannya. Pada akhir September, mereka berlayar kembali ke
Tiongkok dan baru kembali lagi tahun depannya. Barang-barang dari
Tiongkok ini ada beberapa diantaranya diekspor ke India.(Kerajaan
Aceh, Denys Lombard)
Cakra Donya
Lonceng atau genta yang terkenal dan termasyhur (icon kota Banda
Aceh) di Aceh ini sekarang diletakkan di Musium Aceh, Banda Aceh.
Lonceng yang dibawa oleh Cheng Ho ini adalah pemberian Kaisar
Tiongkok, pada abad ke-15 kepada Raja Pasai. Ketika Pasai
ditaklukkan oleh Aceh Darussalam pada tahun 1524, lonceng ini dibawa
ke Kerajaan Aceh. Pada awalnya lonceng ini ditaruh diatas kapal
Sultan Iskandar Muda yang bernama `Cakra Donya " (Cakra Dunia)
waktu melawan Portugis, maka itu lonceng ini dinamakan Cakra Donya.
Kapal Cakra Donya ini bagaikan kapal induk armada Aceh pada waktu
itu dan berukuran sangat besar, sehingga Portugis
menamakannya "Espanto del Mundo" (teror dunia). Kemudian Lonceng
yang bertuliskan aksara Tionghoa dan Arab (sudah tak dapat dibaca
lagi aksaranya sekarang) ini diletakkan dekat mesjid Baiturrahman
yang berada dikompleks Istana Sultan. Namun sejak tahun 1915 lonceng
ini dipindahkan ke Musium Aceh dan ditempatkan didalam kubah hingga
sekarang (halaman Musium). Lonceng Cakra Donya ini telah menjadi
benda sejarah kebanggaan orang Aceh hingga sekarang. Lonceng ini
juga juga merupakan bukti dan simbol hubungan bersejarah antara
Tiongkok dan Aceh sejak abad ke-15.
Masjid Raya Baiturrahman
Masjid Baiturrahman dibangun oleh pemerintah Belanda sebagai
pengganti masjid yang sama namanya yang dihancurkan oleh Belanda
sebelumnya pada tahun 1874 . Jadi dalam rangka mengambil hati rakyat
Aceh, masjid ini dibangun kembali. Peletakan batu pertamanya pada
bulan Oktober 1879 dan selesai pada Desember 1881. Arsiteknya
adalah seorang Belanda yang bernama Bruins dari Departemen PU.
Bahan bangunannya banyak yang diimpor dari luar negeri seperti batu
pualam dari Tiongkok dan besi jendela dari Belgia.
Pembangunan masjid Baiturrahman ini dilaksanakan oleh seorang
pemborong atau kontraktor Tionghoa yang bernama Lie A Sie. Bukan
saja kontraktornya seorang Tionghoa, para pekerjanya-pun hampir
sebagian besar terdiri dari pekerja orang Tionghoa yang memiliki
ketrampilan khusus, karena bangunan konstruksi dan detailnya cukup
rumit. Orang Aceh yang diharapkan dapat bekerja disana ternyata
sangat mengecewakan bouwherrnya. (Sejarah Daerah Propinsi Daerah
Istimewa Aceh, , Depdikbud, 1991). Pada peristiwa tsunami tahun
2004, bangunan masjid ini berdiri dengan ajaib, kokoh dan tidak
mengalami kerusakan yang berarti, walaupun diterjang oleh pasang
air laut yang dahsyat.
Jaman Orba
Jaman Orba (Suharto) adalah masa-masa yang gelap dalam sejarah
komunitas Tionghoa di Aceh. Pada 8 Mei 1966, Pangdam Aceh Brigjen
Ishak Djuarsa (orang Sunda, bukan Aceh) mengumumkan untuk mengusir
semua warga Tionghoa dari Aceh sebelum 17 Agustus 1966. Akibatnya
sekitar 15.000 warga Tionghoa mengungsi dengan baju dan
perlengkapan seadanya mengungsi ke Medan. Mereka ditampung
dijalan Metal (kamp Metal), gudang tembakau, bekas sekolah Tionghoa
dan klenteng-klenteng. Hal yang sama dilakukan oleh Pangdam Jawa
Timur, Jenderal Soemitro ketika itu terhadap warga Tionghoa di Jawa
Timur.
Di kota Medan sendiri tembok-tembok penuh dengan coretan-coretan
seperti "Orang-orang Cina pulang ! dan sekali Cina tetap Cina !".
Di Medan-pun mereka masih diteror, seperti yang dikatakan oleh
Pangdam Sumtera Utara pada Oktober 1966, Brigjen Sobirin Mochtar
yang mengatakan bahwa demo-demo anti Tionghoa sampai sekarang tidak
cukup untuk mematahkan dominasi Tionghoa dalam perekonomian setempat
dan harus menolak atau menjual barang kepada orang Tionghoa serta
mengawasinya agar orang-orang enggan berbelanja kesana. Ormas Orba
seperti KAMI, KAPPI dan KENSI (pengusaha) Sumatera Utara juga
menuntut pemerintah untuk mengusir semua warga Tionghoa dari
Sumatera Utara dan Indonesia.
Ketika itu Tiongkok yang masih dalam kondisi kembang kempis dalam
negerinya sendiri, terpaksa mengirim kapal "Kuang Hua" untuk
menjemput warga Tionghoa yang diusir dari Aceh ini. Selama 4 kali
pelayaran, kapal Kuang Hua berhasil merepatriasi sebanyak 4000 orang
pengungsi Aceh dari Medan. Diberitakan bahwa kondisi kamp-kamp
pengungsian di Medan itu sangat buruk kondisinya, air untuk minum-
pun sengaja dikurangi hingga beberapa pengungsi harus minum dari
keran air WC yang disaring dan dikumpulkan.
Pada waktu itu orang-orang Tionghoa harus menolong dirinya sendiri,
karena tidak ada negara asing, badan sosial dunia , LSM, atau badan-
badan Internasional lainnya yang (mau) membantu. Pada jaman Orba
itu, banyak aset-aset komunitas Tionghoa diambil alih dan disita,
seperti misalnya gedung sekolah SMA Negeri 2 dan SMP 4 yang
sebelumnya adalah bekas sekolah Tionghoa di Banda Aceh. Demikian
juga dengan gedung di kawasan Pusong Lhokseumawe yang pernah menjadi
SMEA Negeri dan PGA Negeri, atau Gedung Ampera di Langsa yang juga
pernah menjadi SMEA dan Komisariat KAPPI di Aceh Timur. Akibat
sentimen anti Tionghoa yang keras pada saat itu (antitesis daripada
karakter dan tradisi orang Aceh), maka banyak warga Tionghoa
meninggalkan Aceh berpindah ke Medan, Jakarta atau kota-kota lainnya
di Sumatera atau Indonesia.
Tsunami
Pada peristiwa tsunami tahun 2004, banyak warga Tionghoa Aceh yang
menjadi korbannya dan meninggal. Sekitar 6000 orang Tionghoa telah
mengungsi ke Medan dan ditampung di kamp Metal. Di kamp pengungsian
Medan ini bukan hanya warga Tionghoa saja yang ditampung untuk
mendapatkan akomodasi dan perawatan, warga dari etnis lainpun
ditampung di kamp-kamp pengungsian tersebut, tanpa perbedaan..
Diperkirakan sekitar 1000 warga Tionghoa meninggal pada waktu
peristiwa tsunami itu yang kebanyakan bermukim di "Peunayong"
atau pusat perniagaan, perdagangan atau pecinan di Banda Aceh.
Mereka juga banyak yang mengeluh, bahwa toko-tokonya ada yang
dijarah ketika itu (sekitar 60% pertokoan di Banda Aceh milik warga
Tionghoa). Tidak semua warga Tionghoa itu ekonominya berkecukupan
atau kaya di Banda Aceh, warga Tionghoa yang miskin-pun dapat
dijumpai disana seperti mereka yang tinggal di Kampung Mulia dan
Kampung Laksana, yang tak jauh dari Peunayong.
Dan tidak semuanya warga Tionghoa dari Banda Aceh ini mengungsi ke
Medan, beberapa diantaranya tetap bertahan di Banda Aceh, seperti
sepasang suami istri pemilik toko kaca mata "Joy Optikal", dimana
separuh pelanggannya telah meninggal dunia. Pemilik toko Jay
Optikal, Maria Herawati berkata "Hidup atau Mati, saya akan tetap
tinggal di Aceh" (The Christian Science Monitor, February 18, 2005).
Kepedulian komunitas Tionghoa terhadap Aceh dapat dilihat juga
dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh berbagai organisasi
dan individu Tionghoa pada waktu pasca bencana tsunami dengan
memberikan bantuan yang dibutuhkan, termasuk juga warga Tionghoa
Indonesia yang bermukim di Amerika Serikat seperti ICCA (Indonesian
Chinese American Association) yang berkedudukan di Monterey Park,
California serta Organisasai-organisasi Tionghoa lainnya dari
Singapore, Malaysia dan Taiwan juga datang memberikan bantuan.
Pemerintah Tiongkok-pun telah mengirimkan 353 kontainer berisi bahan
bangunan untuk membangun sekolah di Aceh. Bantuan dengan berat
total 7000 ton itu akan dipakai untuk membangun 60 sekolah yang
masing-masingnya terdiri dari 15 kelas. Bantuan ini diberikan sesuai
dengan permintaan pemerintah Indonesia. Selain itu Dubes Tiongkok
untuk Indonesia , Lan Li Jun, mengatas namakan sumbangan dari rakyat
Tiongkok, memberikan sumbangan 12 juta dolar lebih untuk membangun
pemukiman baru dengan 660 unit rumah tipe 42 di Desa Neuheuen,
kabupaten Aceh Besar. Selain perumahan yang dibangun diatas lahan
seluas 22,4 ha itu, akan dibangun juga gedung TK, SD, pertokoan,
Puskesmas, balai pertemuan, tempat bermain dan lapangan sepakbola.
Perumahan ini nantinya akan dinamakan Kampung Persahabatan Indonesia-
Tiongkok.
Pasca tsunami dan rekonstruksi Aceh
Berdasarkan pengalaman yang lalu, seperti pada pasca kerusuhan di
Maluku (Ambon, Ternate dan Halmahera), pembangunan kembali atau
rehabilitasi suatu daerah pasca bencana, dibutuhkan suatu kegiatan
ekonomi untuk benar-benar dapat kembali seperti sedia kala. Adalah
tidak cukup hanya terbatas pada rehabilitasi tempat tinggal,
prasarana teknis dan sosial lainnya. Memiliki tempat tinggal
tetapi tidak ada kegiatan ekonomi, berarti juga tidak memecahkan
masalah
Tanpa adanya kegiatan ekonomi atau aktivitas perdagangan, sulit
kiranya untuk berjalan normal kembali, seperti kemana rakyat
nantinya menjual hasil buminya atau tangkapan ikannya. Secara
tradisionil dan sederhana, seorang nelayan misalnya dapat berhutang
dahulu kepada seorang pedagang atau Taoke setempat sebelum melaut
(untuk mendapatkan bahan bakar, es batu untuk mengawetkan ikan,
makanan, sewa perahu, perlengkapan menangkap ikan, dll).
Hasil tangkapannya atau hasil bumi ini biasanya ditampung dan
dibeli oleh para pedagang setempat dan sebagian dipergunakan
untuk membayar hutang atau uang mukanya kembali. Selebihnya
dipergunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari yang disalurkan
oleh para pedagang sebagai distributornya, dengan demikian kegiatan
ekonomi dapat berjalan lagi. Suka atau tidak suka, model atau
interaksi perdagangan inilah yang telah berfungsi sampai sekarang.
Metode canggih dan modern seperti mendapatkan kredit dari Bank
Perkreditan Rakyat setempat, relatif sukar untuk dilaksanakan
bagi nelayan atau petani kebanyakan, karena prosedur dan
birokrasinya berbelit serta makan waktu dan biaya, pada umumnya
mereka tidak memiliki aset yang dapat dijadikan agunan atau
kolateral, kecuali tenaga kerjanya sendiri. Karenanya Gubernur
Maluku telah menghimbau kepada warga Tionghoa yang berasal dari
Ambon dan Ternate, untuk kembali kesana untuk menjalankan roda
perekonomiannya kembali.
Demikian juga dengan di Aceh, warga Tionghoa dapat berperan
menjalankan roda ekonominya kembali di Aceh. Berbeda dengan di
Maluku, Aceh banyak menerima bantuan-bantuan dari lembaga
Internasional. Tetapi inipun harus dilanjuti dengan suatu kegiatan
ekonomi.
Kedudukan Geostrategis Aceh
Aceh dikenal sebagai salah satu propinsi yang kaya akan sumber
alamnya di Indonesia dan kelebihan Aceh dibandingkan dengan
propinsi lainnya di Indonesia adalah lokasinya yang strategis
sama seperti pada abad-abad yang lalu. Aceh terletak di jalur lalu
lintas pelayaran Internasional atau disebut SLOC (Sea Lines of
Communication) yaitu di selat Malaka yang sangat strategis dan
merupakan pintu gerbang yang menghubungi lautan Pasifik dengan
lautan Hindia.
Selat Malaka yang panjangnya sekitar 900 km itu
diliwati sekitar 50.000 kapal setiap tahunnya serta 11 juta barel
minyak diangkut oleh kapal tanker melintas selat ini setiap
harinya, serta seperempat perdagangan dunia dan 80% kebutuhan
minyak Jepang dan Tiongkok diangkut melalui selat ini.
Dari segi geografis, Aceh terletak berdekatan dengan pusat-pusat
pertumbuhan baru di abad 21 yaitu Tiongkok dan India. Dengan kedua
negara ini, Aceh telah memiliki hubungan perdagangan yang
bersejarah sejak beberapa abad yang lalu. Jadi Aceh terletak
dipersimpangan jalur perdagangan internasional dan budaya.
Karena posisinya yang strategis ini maka Aceh menjadi pusat
pertemuan, perhatian dan kepentingan pihak-pihak nasional dan
internasional serta negara lainnya. Maka tidak heran kalau negara
EU dan negara lainnya berkepentingan menjadi mediator perdamaian
di Aceh dan beberapa orang-orang penting seperti Clinton, mantan
presiden AS juga datang berkunjung ke Aceh lebih dari satu kali..
Pada perang kemerdekaan 1945, menjelang persetujuan Renville,
Belanda meningkatkan blokade ekonominya terhadap Republik Indonesia,
terutama di Jawa dan Sumatera. Sejak itu pemerintahan RI melakukan
berbagai usaha untuk menembus blokade ini dari Aceh keluar negeri
(Malaya, Singapura, Thailand).
Selama perang kemerdekaan, Aceh tidak pernah dikuasai Belanda.
Dengan demikian Aceh merupakan daerah aman atau basis untuk
menampung senjata yang didatangkan dari luar negeri. Dalam hubungan
ini seorang Tionghoa, Mayor John Lie beserta kawan-kawannya berhasil
menerobos blokade Belanda melalui Aceh dengan mempergunakan speed
boat, dan salah satu speed boatnya terkenal dengan nama " The
Outlaw".
Aceh setelah Pilkada
Berdasarkan hasil perhitungan cepat yang dilakukan oleh Lingkaran
Survey Indonesia, pasangan Irwandi Jusuf dan Muhammad Nazar
memenangkan pemilihan calon gubernur Nangroe Aceh Darusallam.
Pelaksanaan Pilkada Aceh ini berjalan relatif aman dan damai, dan
ini akan merupakan awal lembaran baru sejarah Aceh, yang selama
ini telah dilanda konflik berdarah dan bencana alam tsunami.
Irwandi Jusuf, 46 tahun, sebagai calon gubernur pertama Aceh yang
otonom adalah generasi muda GAM, yang pernah ikut bergerilya
bersenjata. Ia juga pernah mendapatkan pendidikan di Oregon, AS
sebagai doker hewan, dan fasih berbahasa Inggris. Selama kampanye
Irwandi terlihat bersikap moderat dan sering berpakaian
tradisional Aceh dalam setiap penampilannya.
Apakah hasil Pilkada dan otonomi yang dicapainya sekarang dapat
membawa kesejahteraan kepada masyarakatnya, dan tidak mengulangi
seperti yang sering terjadi, dimana otonomi daerah relatif sedikit
membawa kemajuan yang berarti bagi masyarakat dan daerahnya,
kecuali beberapa Gubernur atau Bupatinya yang ditahan oleh KPK
karena terlibat KKN, masih harus dibuktikan oleh Irwandi Jusuf dan
Muhammad Nazar. Dan ini adalah tugas dan tantangan bagi mereka
berdua.
Pembangunan infrastruktur dan ekonomi adalah prioritas utama di Aceh
sekarang. Dengan kekayaan alam yang besar dan lokasinya yang
strategis, maka hal ini sebenrnya mempermudah modal asing untuk
datang dan investasi ke Aceh. Tetapi sampai kini, Aceh masih
terkesan sebagai sebuah propinsi yang konservatif dengan polisi
syariah-nya.
Bagaimana Aceh dapat memadukan nilai-nilai Islam dengan
modernisasi adalah suatu tantangan bagi Irwandi Jusuf. Bukannya
mustahil bahwa Aceh suatu waktu dapat menjadi sebuah propinsi
percontohan bagi yang lainnya.
Pada hakikatnya Aceh sebagai negeri yang memiliki sejarah tradisi
Maritim, memiliki sifat keterbukaan terhadap dunia luar, terbuka
untuk ide-de baru, kosmopolitan, multietnis dan bertoleransi serta
tempat bertemu dan bercampurnya (melting pot) berbagai bangsa
yang ikut membentuk identitas orang Aceh sekarang, maka Aceh
dikenal dengan singkatan sebagai (A)rab, (C)ina, (E)ropah, (H)
industan atau India.
Dalam pembangunan Aceh paska Pilkada yang bersejarah ini, komunitas
Tionghoa dapat berperan dalam pembangunan ekonominya nanti. Bukan
saja dibidang dibidang pembangunan perekonomian saja, dibidang-
bidang lainnya juga harus dapat diberikan kesempatan yang sama
kepada mereka tanpa kecurigaan dan perbedaan dalam membangun Aceh
bersama.
Salah satu pelopor dan pejuang hak-hak azasi manusia di Indonesia
adalah putera Aceh dari etnis Tionghoa yaitu Yap Thiam Hien,
demikian juga dengan sebuah terobosan kultural yang berani di era
reformasi ini, yaitu siaran stasiun TV nasional pertama di
Indonesia yang berbahasa Tionghoa, Metro Xinwen (Metro TV) yang
dipelopori oleh orang Aceh, Surya Paloh.
Salam,
GH.
Catatan : sumbangan dari sdr.Golden Horde
Bibliography: http://www.budaya-tionghoa.org/modules.php?name=News&file=print&sid=506