Sabtu, 08 September 2007

Sekilas Tentang JAMU

Obat bahan alam merupakan obat yang menggunakan bahan baku berasal dari alam (tumbuhan dan hewan). Obat bahan alam dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis yaitu jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Jamu (Empirical based herbal medicine) adalah obat bahan alam yang disediakan secara tradisional, misalnya dalam bentuk serbuk seduhan, pil, dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut dan digunakan secara tradisional. Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris saja. Obat herbal terstandar (Scientific based herbal medicine) yaitu obat bahan alam yang disajikan dari ekstrak atau penyaringan bahan alam yang dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun mineral.. Proses ini membutuhkan peralatan yang lebih kompleks dan mahal, serta ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian pre-klinik. Fitofarmaka (Clinical based herbal medicine) merupakan bentuk obat bahan alam dari bahan alam yang dapat disejajarkan dengan obat modern karena proses pembuatannya telah terstandar serta ditunjang oleh bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusiaketiga jenis obat bahan alam tersebut sering disebut juga sebagai jamu. (Maheshwari, 2002). Namun ketiga jenis obat bahan alam tersebut sering disebut juga sebagai jamu.

Sementara menurut keterangan BP POM; jamu adalah bahan atau ramuan bahan yang berasal dari bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Pengolahan jamu antara lain adalah direbus atau digodok, dikeringkan atau dikonsumsi langsung.

Keberadaan jamu tradisional sudah tidak aneh bagi masyarakat Indonesia. Sejak jaman dahulu, nenek moyang kita sudah banyak mengkonsumsi jamu tradisional untuk menjaga kesehatan ataupun mengobati penyakit. Dewasa ini, dengan kesadaran back to nature atau kembali ke alam, nampaknya penggunaan jamu tradisional yang berbahan baku alam perlu dipertimbangkan dibandingkan dengan obat modern yang berbahan baku kimia.

Ketersediaan bahan baku untuk pembuatan jamu tradisional di Indonesia cukup melimpah. Hasil riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebutkan bahwa Indonesia memiliki 30.000 spesies tanaman obat dari total 40.000 spesies yang ada di di seluruh dunia. Walaupun Indonesia baru memanfaatkan sekitar 180 spesies sebagai bahan bakubaku, industri jamu tradisional tidak memiliki ketergantungan impor. obat bahan alam dari sekitar 950 spesies yang berkhasiat sebagai obat. Kenyataan ini mengindikasikan bahwa dari segi ketersediaan bahan baku, industri jamu tradisional tidak memiliki ketergantungan impor.

Selain untuk konsumsi nasional, jamu tradisional juga berpotensi untuk di ekspor. Negara tujuan ekspor, menurut data Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat bahan alam Indonesia (GP Jamu), yaitu Malaysia, Korea Selatan, Filipina, Vietnam, Hongkong, Taiwan, Afrika Selatan, Nigeria, Arab Saudi, Timur Tengah, Rusia dan Cile. Ekspor jamu tradisional tersebut sebagian besar masih dilakukan oleh industri jamu yang cukup besar.

Di Indonesia, industri jamu memiliki asosiasi yang diakui pemerintah sebagai asosiasi bagi pengusaha jamu dan obat bahan alam di Indonesia yaitu Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat bahan alam Indonesia (GP Jamu). Anggota GP Jamu terdiri dari produsen, penyalur dan pengecer. Hingga saat ini GP Jamu menghimpun 908 anggota, yang terdiri dari 75 unit industri besar (Industri Obat bahan alam/IOT) dan 833 industri kecil (Industri Kecil Obat bahan alam/IKOT).

Perusahaan jamu di Indonesia dirintis sejak ratusan tahun lalu. Menurut data, perusahaan jamu di Indonesia dirintis oleh Ny Item dan Ny Kembar Ambarawa tahun 1825. Sekitar tahun 1900-an sampai saat ini, pabrik-pabrik jamu besar mulai berdiri di Indonesia seperti Jamu Jago, Mustika Ratu, Nyonya Meneer, Leo, Sido Muncul, Jamu Simona, Jamu Borobudur, Jamu Dami, Jamu Air Mancur, Jamu Pusaka Ambon, Jamu Bukit Mentjos, dan Tenaga Tani Farma (Aceh). Begitu juga perusahaan yang bergerak dibidang obat tradisional seperti Mahkotadewa Indonesia, Karya Sari dan lain sebagainya ikut meramaikan dan menunjang hidupnya kecintaan masyarakat Indonesia terhadap Herbal serta manfaatnya.

BAHAYA JAMU dan SERTIFIKAT HALAL Yang Meragukan

Beberapa alasan kita mengkonsumsi jamu adalah untuk mengobati sakit, mencegah penyakit, untuk masa penyembuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh. Beberapa konsumen mengaku memilih jamu karena terbuat dari bahan-bahan alami.

Saat ini diperkirakan terdapat lebih dari 500 macam jamu maupun makanan suplemen dengan berbagai merk, baik dari luar maupun dalam negeri. Di pasaran ada jamu yang legal dan ada juga yang ilegal. Jamu legal biasanya merupakan merek lokal atau pun merek luar yang telah mendapatkan izin dari BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan), departemen perindustrian maupun departemen kesehatan. Sedangkan ilegal tidak memiliki izin edar dari lembaga yang berwenang. Ada juga jamu dari luar yang dipasarkan dengan cara Multi Level Marketing.

Beberapa jenis jamu telah mencantumkan komposisi jamu tersebut dalam kemasan, namun bukan berarti semua jenis jamu itu tidak mengandung bahan yang membahayakan, karena bukan tidak mungkin para produsen sengaja tidak mencantumkannya dalam kemasan demi menaikkan omzet penjualan. Hal inilah yang wajib kita waspadai.

Dr. Hj. Anna. P. Roswiem, Ms. mengatakan, “Produk jamu yang perlu diwaspadai adalah yang dicampur dengan obat. Produk ini dikhawatirkan menimbulkan efek samping yang mengganggu metabolisme tubuh. Efek ini dapat berupa sakit kepala yang berkepanjangan, alergi pada kulit hingga kerusakan hati apabila dikonsumsi secara terus menerus.” Dosen biokimia IPB ini mengingatkan agar kita waspada terhadap jamu yang diracik oleh sang penjualnya, karena terkadang kita tidak mengetahui secara jelas bahan dan campuran jamu yang kita minum.

Bagi kaum muslim,amatlah penting memperhatikan sertifikat halal yang tercantum pada kemasan; apakah sah atau tidak. Karena bukan tidak mungkin terdapat bahan-bahan yang berasal dari hewan. Jika bahan tersebut berasal dari hewan halal seperti jeroan ayam atau empedu kambing, maka yang wajib diwaspadai oleh kaum muslim adalah cara penyembelihannya apakah disembelih dengan cara yang halal atau tidak. Temuan di lapangan bahkan terdapat beberapa jamu impor yang memiliki bahan-bahan yang belum jelas kehalalannya seperti darah ular maupun tangkur buaya.

Hal lain yang perlu diwaspadai adalah kemungkinan ditambahkannya anggur dalam ramuan tersebut. Bahan campuran yang sering dipergunakan saat menyeduh jamu adalah anggur atau arak. Beberapa penjual jamu yang nakal mengatakan bahwa fungsi anggur atau arak ini adalah untuk menghangatkan badan. Sebagian besar dari mereka hanya membeli langsung anggur atau arak tersebut tanpa merk. Anggur tersebut memiliki kadar alkohol lebih dari 2 persen dalam setiap kemasan. Merek yang biasanya digunakan sebagai campuran jamu ini adalah anggur cap Orang Tua. Anggur ini terbuat dari fermentasi beras ketan (tape), apel, peer maupun madu yang dicampur bahan tambahan lain sehingga dalam waktu beberapa hari akan menjadi minuman beralkohol. Sementara beberapa penjual lainnya mencoba menggunakan bahan alternatif pengganti anggur atau arak, yaitu cairan mentol atau mint yang berasal dari tumbuhan.

Dari berbagai sumber, untuk kemudian diringkas dan ditambahkan sebagiann oleh kelompok kami. Sumber-sumber data: www.gp-jamu.com

www.republika.co.id

www.halalguide.info



Bibliography: www.republika.co.id
www.halalguide.info
http://us.mg3.mail.yahoo.com/dc/data%20TD-jamu/Sekilas-%20GP%20JAMU.html

Tidak ada komentar: